– will it be worth?

aurevoiruna
4 min readSep 26, 2024

--

“Kamu ituloh, Kak.. Kok pulang gak bilang-bilang sih.. Mama kan jadi belum ngerapihin kamar Kakak..” omel Mama pelan seraya duduk di samping Maraka yang sedang melamun di teras belakang. Maraka bergeming seolah nyawanya tak ada dalam raga. Entah sedang berkelana kemana. Mama terdiam lantas meletakkan segelas susu hangat dengan hati-hati di atas meja yang berada di antara mereka berdua.

“Gak ada yang bisa selalu berhasil di percobaan pertama, Kak. Apalagi soal perasaan yang kamu sendiri kadang susah banget buat ngontrolnya.”

Maraka langsung menoleh dengan kilat mata penuh keterkejutan. Ia memandang Mama dengan sedikit kepanikan. “Ke-kenapa Mama tiba-tiba brought up that topic?” gagap Maraka. Mama tersenyum kecil, “I just found Karina’s photo in one of your box of memories. I didn’t mean to open up your private things but the photo just slipped away when I moved one of that box in your drawer.

Maraka meneguk ludahnya sendiri untuk membasahi kerongkongan yang mendadak terasa sangat kering. “And I was just like… Oh.. It was all make sense.”

“A-apa yang make sense, Mam..” Lagi dan lagi, Maraka selalu merasa kehilangan kemampuan bicaranya dengan benar jika sudah menghadapi Mama. Padahal, pemuda satu itu begitu terkenal dalam umum dengan kemampuannya dalam public speaking.

“Kamu pulang karena denger Karina is being proposed by Haza, right?”

Maraka lemas. Kenapa Mama bisa membacanya bak buku terbuka seperti ini? Benar-benar hal yang memalukan baginya.

I’m dumb ya Ma? Sia-sia in orang yang jelas banget sayang sama aku. Because I was being too denial towards myself.”

“Sia-sia in orang yang jelas banget sayang sama kamu memang tindakan yang bener-bener bodoh sih, Kak.. Now it’s all about regrets, right?”

Ucapan Mama yang terus terang itu sungguh menohok Maraka sejadi-jadinya. It crushed him so bad.

“Tapi, keputusan Karina juga belum final kan? Usaha kamu untuk pulang kesini aja setidaknya sudah jadi tanda kalau kamu bener-bener mau perjuangin Karina, Kak.. Setidaknya, tidak akan ada penyesalan dan what if lainnya yang lebih besar di kemudian hari karena kamu sudah pernah mencoba hingga titik batas kamu.”

“Mama pernah kayak gini?”

“Hmmm.. let me see..” Mama tercenung sejenak, berusaha membongkar memorinya. Wanita itu lantas tersenyum getir.

“Kamu tahu Aden? Father in law nya Sera sekarang?”

Maraka mengangguk, “Hah.. jangan bilang Mama..”

“Enggak! Mama gak suka sama Aden.. Mama suka sama temennya Aden, namanya Juna. Arjuna. As what he’s named after, he does look like Arjuna. I was instantly fall in love with him. I fought for my feelings until I reached the end of it. Until I knew that it’s impossible for me, buat bisa di samping dia. Aden dulu banyak banget bantu Mama ini itu, that’s why we’re close and also I knew how’s his feelings towards Yumna for years.”

“Kenapa kalian gak bisa bareng, Mam?”

“Karena.. waktu itu sebelum Mama dijodohin sama Papa kamu, dia nolak Mama. I was at my lowest point, not gonna lie. Jadi, waktu Mama dijodohin sama Papa, Mama mengiyakan aja tanpa banyak basa basi karena memang waktu itu rasanya dunia Mama sudah gak ada juga. He was my whole world for years. Mama akhirnya juga berada dalam tahap acceptance setelah beberapa bulan tunangan sama Papa kamu.”

Mama menghela nafasnya berat, “Months after my engagement, Arjuna baru sadar sama perasaannya ke Mama yang sebenarnya. He liked me back. He said he actually already like me when I confessed my feelings. Tapi waktu itu dia masih bimbang. He felt like he loves me but he was also kinda into some other girls. The moment he realized that he loves me, he didn’t even try a bit until years later, I just knew the truth like.. 3 weeks ago when I met him in supermarket.”

“Dia bilang dia menyesali semuanya yang gak dia lakuin dulu ke Mama. Karena.. what would happen if he tried and showed me that he loved me? Dia bilang mungkin sampai detik ini Mama masih bisa sama dia, Mama gak perlu nikah sama Papa kamu yang brengsek itu, and any other what if that he mentioned earlier. He is full of regrets, Kak. And I don’t want you to be one.”

Kepala Maraka tertunduk dalam-dalam. Mendadak, segala tindak tanduk penuh kebodohan yang ia sadari melukai Karin selama ini, terputar dalam benaknya bak kaset rusak. Terputar berulang-ulang dengan ritme meneror.

Go ahead and chase her until she will say no, clearly. Paham maksud Mama kan Kak?”

Maraka mengangguk pelan sebagai respon. Lidahnya kelu. Ia tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Batinnya sedang berteriak ‘bodoh’ kepada diri sendiri.

“Mending kamu jemput adik kamu itu dari studio pemotretan. Hari ini Sena kayaknya lagi gak bisa jemput Sera. Mungkin kamu bisa ketemu Karina disana. She’s with her.”

Maraka langsung menoleh terkejut begitu Mama menyuruhnya dengan maksud yang begitu jelas. Mama terkekeh lantas mengusap pelan puncak kepala Maraka, “Ini Mama lagi bantu kamu loh, Kak. Sana gih buruan. I know you’re a perseverant fighter. Go get her.”

Pemuda itu lantas langsung mendekap ibunya erat-erat. Ia juga mencium pipi Mama kemudian langsung bangkit dari duduknya. “Maraka pergi dulu ya, Ma! Studio yang di Menteng kan?”

“Iya, hati-hati ya Kakak.”

Tanpa ambil tempo, suara deru mesin mobil terdengar menjauh dari garasi. Mama cuma bisa menyesap tehnya yang sudah dingin. Matanya menerawang jauh.

Ah.. betapa ia merindukan masa-masa dimana she fights for her love. Terasa begitu hidup.

Dan kini, ia hanya bisa tersenyum getir menyadari, bahwa ia sebenarnya juga masih menjadi orang bodoh karena masih menyayangi Ghandara Hayat – atau suaminya, yang jelas sekali, tidak pernah menaruh hati padanya.

A (fool) perseverant fighter, indeed.

--

--

aurevoiruna
aurevoiruna

Written by aurevoiruna

kindly check my writings at twitter @aurevoiruna

No responses yet