– new beginning.
“Are you sure you won’t need any help to unpack your things, Nat?” Satria sekali lagi memastikan perihal itu kepada gadis di hadapannya yang sedang terdiam dengan tatapan kosong sementara Satria sendiri juga sibuk membantu supir menurunkan koper-koper besar Natasha.
“Hey,” Satria menyentuh bahu Natasha dengan lembut. Gadis itu bak baru tergugah dari angannya sendiri. Nata mengerjap lantas tersenyum tidak enak kepada sahabatnya tersebut. “Sorry. Kenapa Sat?”
Satria akhirnya cuma menggeleng, “Nothing. I believe you can do everything well by your own. Udah bales chat dari tetangga kamar lo itu belum, Nat?”
Nata menggeleng, “Nanti aja. Surely he’s in class right now.” ucapnya setelah melirik jam di pergelangan tangan.
“Okay deh. Ini lo ngegotong koper ke atas beneran mau sendiri aja? There’s no elevator in the building. Kamar lo lantai tiga lagi.”
“Gapapa, gue bisa kok, Sat.”
“Yaudah ini mau gue tinggal aja?”
“Iyaaaa, Satria. Mami perasaan gak sebawel lo deh.”
Satria memanyunkan bibirnya, “Lagian dormitory kita kenapa beda sih.”
“Kan kita juga beda college nya. You’re in Christ’s and I’m in Churchill.”
Satria menghela nafas kasar. Wajahnya jelas menunjukkan rasa sebal. Nata tersenyum lantas mengusap pipi Satria lembut, “Don’t worry about me too much, worry about yourself first. I’ve prepared myself for many challenges ahead since this is the life that I’ve wanted for a long time. Ya?”
“Iya deh, lo menang. Tapi janji ya kalau ada hal yang urgent langsung call gue. Okay? College kita juga deketan, I can run to you easily.”
“Sekali lagi lo ceramahin gue, gue kasih piring cantik ya, Sat. Bener-bener deh. Sana ah! Itu supir taksinya udah nunggu lo. Argonya jalan terus loh.” omel Nata seraya mendorong Satria ke arah pintu belakang taksi. Secara mendadak, Nata merengkub Satria ke dalam pelukannya.
“Good luck to our new beginning ya, Sat. Thank you for always assuring me that I’ll never be alone to walk on any paths ahead.”
Jantung Satria berdegup tidak karuan. Ternyata, tetap saja, sedikit perasaan suka itu masih ada di dalam relung hatinya. Cukup menggoncangkan pertahanannya. Satria berusaha mengendalikan dirinya sendiri. Go get yourself together, Sat. She won’t ever see you as a lover. She’s madly in love with that guy, Satria membatin mati-matian.
Tangan Satria yang tadinya terbujur kaku di tempatnya kini perlahan membalas pelukan Nata dan menepuk pelan punggung gadis itu tiga kali. “You’ll never be alone, Nat. Don’t worry.”
“Sir, do you want to continue your trip or not?”
Suara sebal muncul dari arah di balik kemudi. Nata langsung cepat-cepat mendorong pemuda itu menjauh. “See ya, Sat! Kabarin gue kalau udah sampe dorm lo ya.”
Akhirnya untuk kali ini, Satria sungguh masuk ke dalam taksi dan pergi menuju dormnya sendiri. Setelah taksi Satria menghilang di belokan, pandangan Nata terjatuh pada tumpukan box dan juga koper besar miliknya. Ia menghela nafasnya panjang, mulai mengasihani dirinya sendiri. Mau sampai jam berapa ia bolak-balik naik turun 3 lantai jika ia mengangkut semuanya sendirian?
“Well.. Sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit kan. Ayo, Nat. You can do this.” gumam gadis itu sendiri dan pada akhirnya mulai mengangkat dua box yang ditumpuk. Tas selempang juga masih bertengger rapi di bahunya. Dengan semangat penuh, Nata berjalan ke arah tangga dormitory yang agak kurang leluasa jika dilewati dengan membawa banyak barang besar. Perlahan tapi pasti, Nata mengambil langkahnya menaiki anak tangga yang kecil-kecil itu.
Tumpukan box yang lebih tinggi dan menutupi pandangannya itu membuat Nata harus ekstra hati-hati dalam mengambil langkahnya, takut-takut tersandung sesuatu di depan atau menabrak sesuatu di depan. Mata Nata memicing kala pandangannya tak sengaja jatuh ke arah lantai yang.. menampilkan kemunculan kecoa. Walaupun gadis ini tidak takut akan serangga, tetap saja ia cukup geli jika makhluk itu secara tidak sengaja harus berpapasan dengannya. Langkah Nata semakin pelan, takut-takut si kecoa malah bingung dan mendekatinya. Mata gadis itu kini terbuka semakin lebar kala menyadari kecoa tersebut malah mendekati tumitnya. Mati-matian Nata menahan nafasnya dan menghentikan langkah – sebuah usaha sia-sia jika memang harapannya adalah agar makhluk itu menjauh.
Layaknya kecoa pada umumnya, semakin dihindari malah semakin mendekat. Setidaknya itu yang juga dialami Nata sekarang. Bulu kuduk Nata mulai meremang karena geli. Takut-takut kecoa itu merambat ke kakinya. Suara teriakannya tertahan, tercekat di kerongkongan. Nata tanpa sadar sudah hendak menjejakkan kaki ke belakang, dimana sudah jelas ia akan kehilangan keseimbangan.
Beberapa milisekon kemudian, Nata sungguh kehilangan keseimbangannya karena menjejak anak tangga yang tidak terlihat itu, alias memang tidak ada karena gadis itu bergerak mundur. Namun dengan sigap, sebuah tangan menahan punggungnya dengan kokoh. Box yang akan terjatuh pun juga diselamatkan oleh orang itu.
Nata menoleh terkejut. Pemuda yang ada di sampingnya juga sama-sama terkejut. “Rutherford’s??” ucap laki-laki di samping Nata dengan nada antusias. Nata mengangguk, gadis itu cepat-cepat bangkit ke posisi berdiri yang lebih kokoh. Tangannya pun dengan cepat berusaha mengambil boxnya yang ada pada tangan pemuda tersebut. Akan tetapi, dengan jahil, pemuda itu menjauhkannya dari jangkauan tangan Nata.
“Isn’t it better if I can hear some ‘thanks’ or any other small talks after I kinda saved your life?”
Jujur, Nata paling membenci pemilihan kata semacam apa yang baru saja diucapkan pemuda di hadapannya sekarang. Namun entah kenapa, karena rasa malunya lebih menguasai, gadis itu tidak berani mengeluarkan komentar apapun.
“Thank you, Kak. It’s you right? Soerjapradja’s?”
Senyum hangat dua senti langsung mengembang di bibir pemuda itu, “Arghie. You can call me Ji. My friends kinda type my name as G in chat or else since it’s easier.” Nata sesaat terkesiap kala melihat binar mata Arghie yang begitu terang namun sekaligus teduh. Sesuatu yang terasa begitu tulus menyambut.
“I’m Nat. Nice to meet you finally. I can’t reply to your message hours ago since things are just.. so packed and I –”
“Understandable, don’t worry. Come on, I’ll help you carry all of your belongings.” Arghie memotong ucapan gadis di hadapannya itu. Masih dengan binar mata hangat yang terpaku pada manik mata Nata. Nata terlihat meragu sehingga Arghie memilih untuk bertindak saja sebelum disetujui gadis itu. Pemuda tersebut mengambil box yang lebih besar di tangan Nata dan mengangkutnya menuju kamar baru yang akan ditempati Nata tersebut. Persis di sebelah kamar kepunyaan Arghie.
Nata menggaruk kepalanya, bukan karena gatal melainkan karena kebingungan. Oke deh kalau dia memang mau sukarela ngebantu…
“It’s not for free ya.” celetuk Arghie yang kini berpapasan lagi dengan Nata, hendak mengambil sisa barang Nata di bawah. Nata memanyunkan bibirnya. Nah kan ternyata begini ujungnya tetep..
“Don’t worry. It won’t cost you a lot. Maybe.. an afternoon tea with ears that can hear my yapping?” oceh Arghie kini seraya melewati Nata lagi, untuk masuk ke dalam kamar gadis itu dan menaruh barang Nata yang ketiga kalinya sudah ia ambil tadi dari depan dormitory.
Nata menghela nafasnya pelan. Baru pertama kali ia bertemu dengan seseorang yang jujur saja BANYAK mengoceh. Tapi, karena nampaknya Arghie cukup kredibel untuk dijadikan tempat bersandar – ah maksudnya dijadikan layaknya kakak sendiri di saat senang atau susah, Nata akhirnya cuma bisa berucap, “It’s all set.”
Arghie yang untuk keempat kalinya kini berlalu di hadapan Nata untuk menaruh barang terakhir yang bisa diangkut dari depan dormitory, langsung merekah senyumnya begitu mendengar jawaban Nata. “Alright. Now I have to go to my part time job. See ya on dinner. I’ll treat you something good as a welcome gift. Don’t forget to lock your door after you come in. You might pass out since you’re too tired. Bye!” Arghie masuk ke dalam kamarnya kemudian buru-buru keluar dengan sepatu dan tas yang berbeda. Terlihat lebih nyaman dibandingkan yang tadi Nata lihat.
Nata mengurut pelipisnya pelan. She senses trouble will come but in a good way..