– purpose.
“Udah ngerasa baikan, Mas?”
Aya menyejajarkan langkahnya dengan Sena begitu pemuda itu keluar dari ruangannya. Gadis itu juga memberikan beberapa dokumen untuk Sena bawa pulang. Sena memang tipikal pekerja keras yang merasa harus menyelesaikan seluruh pekerjaannya, tidak peduli jika itu berarti mengorbankan kehidupan di luar kantornya. Kebiasaan yang buruk, tapi kemauan kuat itulah yang menjadi bagian dari diri Senapati Bagaskara. Kebiasaan yang membuat Sena dapat dengan konsisten meraih tujuan-tujuan hidupnya.
“Sudah. Thank you. Kamu yang ngelaporin keadaan saya ke Sera ya? Padahal saya sudah bilang jangan bikin Sera khawatir loh..” Aya meringis mendengar ucapan Sena, “Sorry, Mas. Abisnya keadaan Mas Sena kemarin udah benar-benar mengkhawatirkan and I can’t do anything about it. Kalau Mas Sena tepar kan – ”
“Saya juga yang repot.” Sena memotong dan menirukan kalimat Aya yang rasanya sudah terlalu sering gadis itu gunakan sebagai alasan. Lagi-lagi, Aya cuma bisa meringis. “I hope your relationship with Mbak Sera also getting better ya Mas. Saya tahu ini agak lancang tapi.. I do really wish the best for both of you. Jangan mengorbankan sesuatu yang rasanya sudah hampir lengkap demi sesuatu yang Mas rasa ‘bisa’ melengkapi sesuatu yang lain tadi.”
Langkah Sena terhenti. Sontak membuat Aya juga menghentikan langkahnya dengan terkejut. Aya mengaduh karena kebiasaannya berbicara memang suka membuatnya berada dalam masalah karena kebablasan dalam ucapan. “So-sorry, Mas. Saya lancang.”
Sena menoleh ke arah Aya dan malah melemparkan senyumnya, “Terimakasih remindernya, Aya. Don’t worry, I won’t do that. Sera terlalu sempurna untuk digantikan siapapun. Saya permisi dulu.”
Tanpa Aya sadari, ternyata sedari tadi mengobrol dengan Sena, mereka sudah berada di lobi dan mobil beserta supir Sena kini telah menunggu. Aya gelagapan sendiri, “E-eh, iya Mas Sena. Hati-hati di jalan. Selamat malam.”
Aya menyentil keningnya sendiri karena sebal. “Can you just stop meddling in other’s business, Ay..” desisnya marah pada diri sendiri.
Langkah kaki Sena sudah separuh diseret dengan gontai kala ia menjejakkan kaki di lobby apartemennya. Semuanya masih terasa berat walau Sera akhirnya sudah kembali menghubunginya setelah hampir dua bulan mereka putus kontak sebab Sera memblokirnya dari seluruh sosial media yang ada. Dan Sena memakluminya, ini semua memang hal yang sudah ia perkirakan akan terjadi akibat rencana yang sedang dijalankannya. Rencana untuk mengembalikan Bitna menjadi seutuhnya tanpa ada tangan-tangan nakal yang mencampuri dan juga rencana untuk membalaskan dendam yang selama ini Sena pendam.
Dendam yang muncul sebab ia harus menyaksikan Ibu mulai menyakiti dirinya sendiri di depan mata kepala Sena. Adapun perilaku Ibu itu dipicu karena tindak kekerasan Bapak yang mendadak muncul setelah Gendhis sering datang ke rumah mereka dengan dalih membicarakan soal Bitna. Namun, beberapa kali, Sena juga pernah memergoki Gendhis dan Bapak sedang berduaan saja tanpa ada Ibu yang berujung mereka masuk ke kamar utama. Sena yakin, pada saat itu Ibu juga tahu dengan jelas bahwa Bapak berselingkuh dengan Gendhis. Tetapi tetap saja wanita itu berusaha diam saja dan memilih menyakiti diri sendiri dengan dalih ia tidak akan pernah cukup untuk orang lain. Ia tidak akan pernah berguna untuk orang lain, Ibu selalu menyalahkan dirinya sendiri. Padahal perselingkuhan juga terjadi karena pengambilan keputusan secara sadar oleh pihak laki-laki. Jika memang Bapak tidak tertarik dengan Gendhis, godaan apapun dari Gendhis harusnya tidak akan pernah menjadi masalah bagi rumah tangga Yumna dan Adi – atau kita kenal sebagai Ibu dan Bapak.
Setelah Gendhis tidak pernah lagi terlihat mengunjungi rumah Sena, Ibu akhirnya memutuskan untuk bercerai karena tindakan kekerasan yang dilakukan Bapak semakin menjadi. Bapak marah karena Gendhis dikeluarkan dari manajerial Bitna oleh Ibu karena dugaan penggelapan uang Bitna. Namun setelah mengeluarkan Gendhis, hasil putusan persidangan ternyata menyatakan bahwa Gendhis tidak bersalah. Ibu tahu persis ada permainan lain yang Gendhis bawakan di belakang layar tetapi Ibu sudah tidak punya energi untuk menaikkan gugatan kembali. Pun, Ibu sudah berhasil menyingkirkan Gendhis dari hadapannya sehingga semuanya sudah cukup menurut Ibu.
•
•
Sena kini mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam unit apartemennya. Ia membiarkan lampu di lorong pintu masuk tetap mati sementara ia terus menyusuri lantai dingin itu karena pemanas ruangan belum dinyalakan. Begitu sampai di ruang tengah, Sena akhirnya baru menyalakan lampu. Sedetik kemudian, matanya membulat sempurna kala melihat seorang Sera sudah duduk di sofa ruang tengahnya dengan korek di tangan untuk menyalakan lilin di atas cake besar yang sudah ditaruh di atas meja. Sera menoleh kaget begitu lampu menyala. Netra mereka bertemu dengan ekspresi keterkejutan yang sama besarnya.
“NGAGETIN AJA!” Respon pertama yang diberikan Sera adalah melemparkan bantal sofa ke arah Sena. “YA KAMUUU YANG NGAPAIN DISITU PUMPKIN? Aku kira aku halusinasi,” balas Sena, juga memekik karena masih tidak percaya akan penglihatannya.
Sera memanyunkan bibirnya sebal karena surprisenya untuk Sena gagal. “Kamu ngapain bawa kue?” tanya Sena seraya akhirnya duduk di samping Sera. Sera masih sebal sendiri hingga ia rasanya malas menanggapi ucapan Sena.
Sena jadi berada dalam keadaan serba salah. Rasanya ia ingin mengelus puncak kepala Sera untuk menghilangkan rasa mengambek dan sebalnya Sera, namun ia tahu, Sera masih menetapkan batasan yang membuat pemuda itu tak berani menyentuh gadis itu seinci pun.
Karena berada dalam atmosfir yang terasa berat, Sena berusaha mencari tahu sendiri apa alasan Sera membawa kue ketika tiba-tiba menemuinya seperti ini. Ditambah, kue rasa tiramisu itu adalah kesukaan Sena dan bukan rasa kesukaan Sera. Tapi gue gaada event penting apa-apa deh hari ini?
“Kamu beneran udah gak sayang aku lagi ya, Kak?”
Deg.
Kalimat yang meluncur dari mulut Sera sanggup memberikan efek henti paksa pada jantung Sena selama beberapa detik. “Kenapa sih kamu selalu ngungkit soal aku udah gak sayang sama kamu ketika faktanya tuh kebalikannya???”
Sera tersenyum pahit. Ekspresi sedih menguasai gadis itu secara keseluruhan. “Aku boleh peluk kamu? Aku nahan diri aku sendiri daritadi karena tahu kamu masih marah sama aku, pumpkin. Kalau itu yang bikin kamu ngerasa aku udah gak sayang sama kamu, karena aku gak langsung peluk kamu waktu lihat kamu, kamu beneran salah paham.”
Kepala gadis itu menggeleng kuat. “Kamu beneran gak inget ya sekarang hari apa?”
Gelagapan, Sena langsung melirik ke arah layar ponselnya untuk melihat tanggal. Matanya membulat sempurna. BISA-BISANYA LO LUPA PAS HARI H NYA??, Sena memaki diri sendiri.
“INGET LAHHH kamu ulang tahuuunnn!!”
Sudut bibir Sera setidaknya merubah senyum pahit itu menjadi senyum yang memang sedikit dipenuhi rasa senang. Namun kentara sekali, Sera menahan perasaan senang yang membuncah dalam dirinya.
“Aku udah kirim hadiah buat kamu ke London tapi kamu nya malah disini… Jadinya aku gak punya apa-apa buat ka – ”
Ucapan Sena terpotong karena peluk hangat Sera mendadak melingkupinya dengan sangat erat. Detak jantung Sena benar-benar menggila setelah sekian lama tidak pernah merasakan kehangatan yang selalu ia rindukan ini. Ragu, Sena perlahan melingkarkan tangannya juga untuk balas melingkupi tubuh mungil Sera. Ketika tahu Sera tidak menolak hal itu, Sena membenamkan kepalanya di pundak gadis itu, menghirup dalam-dalam aroma tubuh Sera yang bercampur dengan parfum white floral itu. Aroma kesukaannya yang menenangkan, rasanya Sena sanggup menghadapi badai apapun jika ia sudah menghirup aroma menenangkan itu.
“I miss you, pumpkin. I really do..” bisik Sena pelan, dibalas dengan anggukan pelan yang terasa di dada Sena. Beberapa detik berselang, Sena merasakan tubuh Sera bergetar diiringi dengan suara isakan pelan. Mata Sena membulat sempurna. Ini.. Sera nangis?
Sena memilih diam dan tidak menanyakan apakah Sera benar menangis. Pertanyaan semacam itu malah membuat tangisan gadis tersebut akan semakin kencang. Pemuda itu kemudian memilih untuk hanya mengelus lembut punggung Sera tanpa sepatah kata apapun. Biarkan Sera menyelesaikan gelombang emosi yang mendadak menguasai itu.
“Ka-kamu.. beneran udah gak sayang sama aku lagi ya, Kak?”
Lagi-lagi, pertanyaan itu bak kaset rusak yang terus terputar, keluar suaranya dari mulut Sera. Sena menghela nafasnya panjang. Ia tahu, membuat Sera kembali mempercayai ucapannya akan menjadi satu pekerjaan paling sulit untuknya saat ini. Salah satu dampak akan rencananya kemarin.
“Masih sayang. Dan akan terus sayang sampai nanti aku memang udah gak memungkinkan sayang sama kamu lagi alias akunya udah gak ada di dunia.”
Sebuah pukulan ringan mendarat di bahu Sena. “Gombal banget. I hate it.”
Sena cuma cengegesan sebagai bentuk tanggapan akan omelan Sera. Sera sudah melepaskan pelukannya dari Sena dan kini menatap mata Sena dalam-dalam. Tangan Sena terulur untuk mengelus pipi Sera, menghapus jejak air mata disana. “Kenapa? Ask it away. Aku tahu kamu mau nanya banyak hal sama aku.”
“Kamu janjinya bakalan ngobrolin semuanya sama aku bulan lalu. Kenapa sampai sekarang malah gak ngehubungin aku sih?” protes pertama meluncur dari mulut Sera. Sena mengangguk, “Kamu masih mau nanya lagi sekalian semuanya apa aku harus jawab pertanyaan kamu satu-satu?”
“Memangnya kamu yakin gak kewalahan buat jawab kalau semuanya aku tanyain sekaligus?” sindir Sera. Sena tertawa kikuk, “Yaudah. Aku jawab satu-satu deh. Kayaknya aku mau diinterogasi sama kamu. Eh tapi, gamau tiup lilin dulu? Sebentar lagi hari ini selesai loh, pumpkin.”
“Oh iya!”
Sena tersenyum kala Sera buru-buru mengambil korek yang tadi tak sengaja terjatuh karena gadis itu memilih untuk melemparkan bantal sofa ke arah Sena yang mendadak muncul mengejutkannya. Kini, Sera sudah duduk di atas karpet beludru lembut yang menjadi alas meja pendek di tengah ruang santai itu. Ia duduk di bawah agar lebih sejajar dengan posisi kuenya. Sena pun ikut berpindah duduk.
“Sini, aku aja yang nyalain, kamu kan selalu kesusahan kalau mau nyalain korek. Kamu udah siapin wish nya?” Sena dengan lembut mengambil alih korek di tangan Sera. Gadis tersebut terhenyak sejenak kala akhirnya ia kembali merasakan yang namanya ‘diurus’ tanpa diminta oleh seseorang yang ia sayang. Sena selalu tahu apa yang harus dilakukannya, yang sanggup membuat Sera selalu terenyuh. Gestur kecil semacam menawarkan bantuan menyalakan lilin pun, termasuk ke dalam hal yang Sera apresiasi dari Sena. Atau lebih tepatnya, Sena selalu melakukan gestur kecil semacam itu ketika tidak banyak orang yang peduli.
“Udah aku siapin wish nya.”
“Yaudah, aku nyalain ya.”
Sera menyatukan kedua tangannya di depan dada, siap merapalkan doa. Begitu nyala lilin membuat suasana terlihat semakin terang, Sera memejamkan matanya.
“Tuhan, tolong buat aku bisa selalu sehat dan bahagia seperti apa yang selalu disemogakan orang-orang yang menyayangi aku. Izinkan aku untuk bisa melewati semua momen berharga dalam hidupku bersama orang-orang yang aku kasihi. Serta tolong, biarkan aku bisa hidup bahagia sampai maut menjemput bersama Kak Sena karena aku benar-benar tidak bisa menemukan bentuk kebahagiaan yang persis sama sepertinya. Amen.”
Sena mematung mendengar kalimat terakhir Sera. Doa yang sepertinya sengaja Sera ucapkan dengan lantang, untuk memberitahu Sena bahwa gadis itu tidak akan pernah mau menyerah dengan hubungan mereka. Hal itu tentunya membuat Sena semakin merasa bersalah mengingat ia meninggalkan gadis itu dengan luka tanpa sepatah kata apapun yang bisa menjelaskan, ataupun setidaknya membuat hal-hal lain terasa tidak seperti siksaan bagi Sera.
Kala Sera sudah selesai memadamkan nyala lilin dengan satu hembusan panjang dari bibir, ia menoleh. Mendapati sepasang manik mata menatapnya lekat, masih sama seperti dulu. Jika dipikir-pikir, Sena tidak pernah benar-benar berubah kecuali kemampuannya untuk mempertahankan komunikasi jarak jauh yang baik. Memang kelemahannya dari dulu. Jika bertemu langsung seperti ini, rasa nyaman yang diberikan Sena masih sama. Always have been.
“Happiest birthday, my love. Semua doa baik buat kamu udah selalu aku panjatkan setiap malam. Tanpa ada jeda karena bagi aku semua hari dimana aku masih punya kamu, semuanya spesial.” Sena tersenyum lantas memberikan kecupan ringan di pipi kiri Sera. Mau tak mau, seulas senyum bahagia terulas juga di bibir Sera. Memang tidak bisa dibantah, perasaan untuk Sena tidak pernah berubah porsinya sekalipun.
“Aku tuh udah beliin kamu kado, tapi gatau deh kamu suka atau enggak.. Nanti diliat aja yaa waktu kamu udah balik ke London lagi, oke?”
“Aku mau minta kado lain boleh, Kak?”
Hati Sena mencelos mendengar Sera memanggilnya seperti orang asing. Kembali memakai panggilan ‘Kak’. Pemuda itu memaksakan sudut bibirnya sedikit naik, “Boleh. Apa? I’ll give it to you.”
“Anything?”
“Anything.” tandas Sena yakin. Sera mengikis jarak di antara mereka, semakin mencondongkan badannya ke arah Sena. Mata Sena melebar terkejut. Gugup. Kedua tangan Sera kemudian juga mengenggam kedua tangan Sena. Manik mata cokelat Sera mengunci pandangan Sena sepenuhnya.
“Ceritain semuanya, Kak. I need your honesty. Even if it turns out that you give me a bitter one.”
Mata Sena semakin melebar. Pupilnya bergetar. Sera menelan ludahnya sendiri dengan susah payah, udara di sekitarnya mendadak membuatnya sesak kala ia melihat respons Sena yang tidak ia harapkan itu. “You must answer it. You’ve promised to give me anything. Jangan ngehindar lagi, please. I beg you. Aku juga udah capek Kak di posisi aku ini.”
Sena membuang pandangannya sejenak. Sekilas, Sera dapat merasakan genggaman Sena mengerat pada jemarinya. Hembusan nafas panjang akhirnya menjadi penentu.
“Aku perlu ceritain semuanya dari awal atau intinya aja biar kamu cepet ngerti. Detailnya belakangan?”
Sera mengendikkan bahu, “Terserah. Tapi tolong kalau ngobrol, tatap mata aku nya, Kak. Udah lupa ya sama perjanjian kita?”
Buru-buru, Sena kembali memfokuskan pandangannya kepada Sera. “Aku beneran udah pasrah apapun keputusan kamu nantinya setelah aku cerita. I know it’s not fair if I still hold you and doesn’t let you go after all those wounds I made.”
“Buruan cerita aja. Aku masih tetep akan disini apapun cerita kamu. I’ve made my mind. I’ll never let you go.”
Lagi, mata Sena kembali melebar. Reaksi umum jika ia memang sangat terkejut. Namun, ia kembali dalam mode seriusnya. “Alright.. So long story short, I found out that Alika is Arya’s little sister.” Kini, giliran Sera yang membelalak.
“Wait? Jangan bilang dia berarti saudara aku? As in Kak Arya aja anak dari Papa sama cewek itu di saat yang hampir bersamaan waktu Mama punya Bang Jovan.”
“I don’t know about it yet karena ada satu hal yang bikin ngeganjel.” Kening Sera mengerut mendengar ucapan Sena, “Ngeganjel gimana? Kalau dia anaknya Papa ya otomatis jadi saudara aku juga dong jatuhnya?”
“Waktu Gendhis akhirnya hamil Alika, Papa udah gak pernah ketemu 2 tahun sama Gendhis dan memang gak pernah juga menjamah. Gimana caranya Gendhis bisa hamil coba kalau gitu?”
Alis Sera naik sebelah, “Right. It’s weird.”
“Waktu Gendhis ngobrol-ngobrol ngalor ngidul sama aku akibat udah agak mabuk, ada beberapa hal yang bikin aku curiga sih, Ra. I need to make sure of it. Karena kalau bener, Alika bisa jadi jawaban atas semua masalah kamu dan bisa jadi alat buat aku balas dendam ke Gendhis juga.”
“Gimana ceritanya..” Sera mendadak kehilangan kemampuannya mengeluarkan kata saking bingung dan herannya. Sena mengelus punggung tangan Sera.
“I’ll tell you later again.. Tapi aku janji, this will be a good thing for you. Dan iya, aku tuh ngelakuin semua ini biar Alika gak ngerasa kalau dia lagi dimanfaatin sama aku, Ra. Biar semua rencana aku gak kebongkar sama dia kalau dia sadar. Kalau Alika tahu, aku yakin dia pasti bakalan ngebela keluarganya sendiri kan?”
“Semuanya tinggal sedikit lagi, pumpkin. I’m sorry that I made you went through this kind of hell. Aku siap kalau kamu mau benci aku sekarang juga karena gak bilang ke kamu dari awal. Bukannya aku gak percaya sama kamu, tapi memang gak ada yang tahu rencana aku sama sekali karena aku gamau bocor. Tapi karena kita udah sampai di titik ini, aku bakalan ngasih tau apa rencana aku selanjutnya. Minggu depan aku bakalan ketemu Alika di show case pertamanya sekaligus ketemu Bapak – ”
“KETEMU BAPAK?” Sera yang sedari tadi masih anteng mendengarkan penjelasan Sena, mendadak histeris. “Iya.. yang aku bilang he texted me, itu ngajak ketemu. Bapak bilang mau minta dimaafin after what he had done in the past so that he can live comfortably.”
Sera menganga, tidak menyangka akan mendapatkan kejutan cerita seperti ini setelah lama sekali tidak berbincang dengan Sena. “Kamu yakin, babe?”
Sudut bibir Sena terangkat naik begitu mendengar Sera kini sudah kembali memanggilnya dengan panggilan sayang. Yang berarti mereka sudah secara sadar mencapai titik damai. Tangan Sena malah merengkuh Sera kembali ke dalam pelukannya, and squeeze her tight. “Kalau udah ketemu kamu kayak gini, rasanya aku kuat kok ngehadapin apapun. Aku gak lagi gombal, tapi kamu beneran sumber aku ngerasa kuat dan gak takut sama apapun.”
Detak jantung Sera menggila. Ini dia, ini adalah Senapati Bagaskara yang Sera kenal dengan baik. Sera dapat dengan jelas mengetahui jika Sena yang ia kenal telah kembali. Sepertinya keputusan untuk tidak melepaskan Sena adalah hal yang tepat?
Tangan Sera mengelus punggung Sena dan menepuknya sesekali, “Kalau memang kayak gitu, I’ll be here and won’t ever let you go alone in your journey, babe. Janji sama aku habis ini kamu beneran bisa cerita semuanya ya?? Sedetail mungkin? I put trust on you again. Please don’t dissapoint me.”
“Iyaaa, pumpkin. Will do.” Suara Sena menjawab bak anak TK yang menyahut ujaran gurunya. “Udah yuk, makan kuenya. Kenapa kamu beli kue tiramisu kesukaan aku sih bukannya strawberry shortcake kesukaan kamu itu?”
“Karena aku mau ngerayainnya bareng kamu. Hal yang bikin ulang tahun aku jadi berarti dan merasa dirayakan ya karena ada kamu, sayang.”
Dada Sena bergemuruh diliputi jutaan ledakan rasa senang akan sayang. Memiliki seseorang yang sering melibatkan kamu dalam titik titik penting dalam hidupnya sungguh bisa menjadikan kamu merasa berarti. Setidaknya, itu yang selalu Sena rasakan ketika bersama Sera. Karena setiap pencapaian dalam hidup Sera, juga selalu melibatkan Sena di dalamnya agar euforianya bisa dirasakan tidak hanya oleh Sera tapi juga Sena.
Dan Sena semakin yakin bahwa,
She’s the one for himself.