– please chase for your own happiness. you deserve it.

aurevoiruna
7 min readAug 16, 2023

--

“Hey, everything’s okay?”

Tangan Satria terulur untuk mengelus pipi kiri Nata yang duduk di kursi penumpang depan, di sisinya. Sudah menjadi ritual bagi Satria dan Nata menghabiskan waktu malam minggu berjalan-jalan tanpa arah, setidaknya membawa Nata keluar dari rumah yang menyesakkan itu. Sekaligus untuk menghibur gadis tersebut semenjak kejadian di Bali yang merubah kepribadian Nata 180 derajat menjadi super pemurung dan seperti tidak ada semangat hidup.

Nata sudah melamun selama 30 menit tanpa menyentuh fast food dalam pangkuannya yang sengaja mereka take away tadi. Dirinya menjengit kala merasakan hangat tangan Satria menyentuh pipinya. Ia menoleh dengan pandangan kosong, membuat Satria kembali menghembuskan nafasnya panjang. Lewat pandangan itu saja, Satria paham apa yang sedang memenuhi benak Nata.

What is it again? Kamu gak capek mikirin orang yang bahkan udah gak tau eksistensinya dimana?” Nada suara Satria terdengar tenang namun pilihan diksinya sungguh menohok. Nata seolah mendapatkan kesadarannya kembali secara instan, “Eh kenapa, Sat?”

Satria menggeleng cepat, “Gapapa. Itu dimakan dong.. Udah dingin nanti rasanya gak enak.” Nata mengerjapkan matanya, nyawanya sungguh seperti baru terkumpul lagi setelah berkelana jauh. Pandangannya lantas jatuh pada kotak kertas kecil berisikan burger dan juga kentang kesukaannya. “Lo udah makan?”

“Udah selesai daritadi waktu kamu lagi mikirin Tezar.”

Nata menggigit bibirnya sendiri, merasa tidak enak. Hampir saja kata ‘sorry’ kembali meluncur dari bibirnya, kata yang sangat Satria benci dan tidak mau dengar sama sekali. Mood nya akan berubah drastis dalam sekejap jika mendengar Nata mengucapkan hal itu padanya setiap kali mereka sedang membahas soal Tezar.

Keheningan kembali mengisi di antara mereka. Satria tampak sedang larut dalam pikirannya sendiri juga, membuat Nata melakukan kegiatan makannya secara pelan, takut-takut menganggu pemuda itu. Atmosfer di antara Nata dan Satria sungguh canggung dan membuat siapapun harusnya tidak betah dalam kondisi seperti itu. Namun, keduanya memilih bertahan karena merasa ada yang harus dibicarakan di antara mereka.

“Nat.” panggil Satria singkat, namun jelas menggambarkan keseriusan arah bicara mereka. Nata yang baru menyelesaikan seluruh makanannya itu lantas kembali menoleh, bertemu pandang dengan Satria yang telah menatapnya lekat-lekat.

“Aku udah mikirin ini dari dua minggu yang lalu.”

Jantung Nata berdetak semakin cepat di setiap jeda yang Satria berikan dalam penyampaian maksudnya. Kenapa harus ngomong separuh-separuh sih?, rutuk Nata yang dilanda kegugupan ekstrem.

“Gimana kalau pada akhirnya aku milih buat gak nyerah soal kamu? Seberapa capeknya pun aku menghadapi kamu yang belum selesai sama masa lalu, aku milih buat bertahan di samping kamu. Will you let me stay?”

Nata seperti membeku di tempatnya. Ia menatap Satria dengan terkejut sekaligus ketidakmengertian tercetak jelas dalam paras cantiknya. “Why?”

Why?” ulang Satria memastikan ia tidak salah dengar. Nata mengangguk kecil, “Why did you finally reach that conclusion? After what you’ve seen for these past 4 months? I do give you some feedbacks towards your acts, but you also know how I can’t stop thinking about Tezar.”

I just can’t imagine that I love somebody else but you.”

We’re still young, Satria. Lo bisa bilang gitu karena circle pertemanan kita masih stuck disitu-situ aja. Soon when you finally need to carry your family’s business, your thought about it will be changed. Jangan membatasi diri lo kayak gitu.”

Satria tersenyum tipis melihat lagi-lagi penolakan Nata selalu terlalu nyata terpampang di depan matanya. Bagaimana sih sebenarnya cara meluluhkan dan meyakinkan Nata soal cinta? Bagaimana Tezar bisa melakukan semuanya effortlessly? Kadang di titik seperti ini, Satria iri pada Tezar.

“Di dunia bisnis gaada yang bisa dipercaya, Nat. Once I enter the real life as a businessman, no one would have a pure intention such as being a good friend to me. They want something as a payback. They will search something that is beneficial for them. Gak akan ada lagi yang bisa aku percaya, Nat.”

“Tapi gak harus berhenti di gue, Sat. Temen lo banyak. Yang sayang sama lo gue yakin juga banyak.”

“Memang mungkin aja ada. Cuma aku maunya berhenti di kamu aja, gabisa Nat?”

Nata membuang pandangannya karena sudah tidak kuat harus menatap manik mata Satria yang penuh kesungguhan. “How deep is your feelings for me, Sat?” Nata akhirnya memutuskan untuk mengecek sesuatu.

Guess it’s too deep until it reaches the point where I would willingly do anything for you. Even if it doesn’t make sense for me.”

Nata terdiam. Jemarinya saling mengait karena gundah. Kakinya pun mengetuk tidak beraturan. Satria mengerutkan dahinya lantas menjangkau tangan Nata, memisahkan jemari yang saling terkait itu. “What’s wrong? Did I say something that triggers you?”

Gelengan pelan Nata membuat Satria semakin bingung. Nata akhirnya memberanikan diri untuk menatap Satria dalam-dalam, sembari menggenggam jemari Satria yang sedari tadi ada di punggung tangannya. “Can I ask a favor?”

Satria dengan cepat mengangguk, “What is it?”

Chase your own happiness, Sat. I want to see you happy without me.”

Bagai disambar petir, Satria mematung di posisinya. Lautan gemuruh macam emosi dalam kilat mata Satria, kembali dapat disaksikan dengan jelas oleh Nata, persis seperti apa yang gadis itu lihat empat bulan lalu di Bali, ketika Satria meminta kesempatan untuk setidaknya mereka bisa mencoba. Mencoba untuk bersama sementara waktu untuk menyadari apakah mereka bisa membuat ini terwujud atau tidak.

You said that you’re willingly do anything for me even if it doesn’t make sense to you. I know that I asked for something that feels like a non-sense to you, but it will make me feel at ease. Karena gue tahu, orang sebaik lo pun dapet orang yang baiknya sama kayak lo.”

“Lo baik, Nat – ”

I’m the bad guy here, Sat. Knowing that you have feelings for me but I’m still crying towards the other guy and make you feel sad because you can’t do anything to make me feel better.” Suara Nata bergetar. Menggambarkan seluruh rasa bersalah yang menumpuk dalam dadanya selama ini.

Satria terhenyak mendapat pernyataan Nata yang memotong ucapannya barusan dengan cepat. “I know you will say that I’m being your source of happiness. And you can’t think about the other options to change it. Ini sebenernya geer – ” lanjut Nata.

But you’re right.” sela Satria. Nata menjeda ucapannya sejenak karena kini ribuan emosi dalam kilat mata Satria perlahan dapat diterjemahkan satu per satu. Sedih dan putus asa. Dua emosi itu yang dipilih Satria untuk dapat dilihat oleh Nata lewat kilat matanya.

I’ll give you an option to start a new page, Sat. Option to change your source of happiness.”

What is it?” balas Satria tidak berminat, pemuda itu hampir menolehkan pandangannya namun dengan cekatan, tangan Nata menahan posisi kepala Satria untuk tetap menatap lurus ke arahnya.

“Sasha.”

Alis Satria naik sebelah, “Sasha? Option?”

Nata mengangguk bersemangat. Lagi dan lagi, Nata kembali menemukan a hard simp dalam langkah ceritanya. Tidak lain dan tidak bukan adalah Jiano yang beberapa minggu lalu akhirnya menyerah dengan menceritakan kepada Nata tentang seluruh perasaannya terhadap Sasha. Jiano meminta saran bahkan meminta tolong kepada Nata untuk membuat Sasha bisa kembali tersenyum seceria biasanya. Sekuat apapun Jiano berusaha, Sasha tidak akan pernah sebahagia ketika Satria berada di sekitar gadis itu. Semuanya berbeda. Garis mulai Jiano dan Satria sudah terlampau kalah jauh. Akhirnya, pemuda itu bilang dia akan merasa lebih baik bahkan jika ketika ia melihat Sasha bahagia bersama Satria. If that’s the cost to see her pretty smile again.

“Sasha likes you, stupid.” jelas Nata singkat, memberikan jawaban kepada Satria yang semakin terheran-heran. “Bukannya dia sama Kak Niel?”

“Pengalihan isu. Biar gak keliatan suka apalagi she knows that you’re head over heels for me.”

Satria benar-benar membeku di tempatnya. “Isn’t it worser if I make her as an option? Gak ada yang mau jadi pilihan, Nat.”

“Kalau udah sayang banget kadang bisa bodoh dan mau aja jadi pilihan, Sat. Can you look at yourself?”

Pemuda itu membulatkan matanya dan terbatuk sendiri. Tertohok tepat di ulu hati. “KAMU TADI ASAL NGOMONG APA GIMANA SIH??”

Nata mengendikkan bahunya lantas melepaskan tangannya dari kedua pipi Satria – tadi gadis itu lakukan agar fokus Satria tidak kemana-mana. “So… can you do that favor for me if you really care about me, Sat? Kalaupun misalnya bukan Sasha yang bisa, at very least search it for your own happiness. The one that can give you amount of love as much as what you give. Ya? Kalau kita dipaksa terus kayak gini, hubungannya malah bakalan jadi toxic, Sat. Lo bakalan terus begging for the bare minimum ketika harusnya lo bisa mendapatkan itu dengan mudah.”

Melihat binar mata Satria yang semakin meredup, Nata berusaha memberikan assurement,You won’t lose me as a friend, Sat. Gue janji habis ini kita bakalan baik-baik aja. You can search for me anytime as a friend. Like what we usually do.”

Helaan nafas panjang – yang entah kali ini terdengar lebih lega, terdengar dari arah Satria. Pemuda itu berusaha mengulas senyumnya walau sedang kacau balau. Semuanya akhirnya mencapai akhir dengan keputusan mutlak Nata.

Alright, I’ll do it.” balas pemuda itu akhirnya. Nata menatap Satria dengan antusiasme membuncah dalam diri. “Benerann?”

Satria mengangguk seraya mengusak puncak kepala Nata, “I’ll search for someone that is better than you!” ucap Satria dengan nada usilnya. Nata tertawa, “Iya gapapa, better than me to take care of you.”

Tangan Satria lantas menepuk kepala Nata pelan dengan sorot mata lembut yang tertuju kepada Nata, “But it’s been a wonderful journey to pour out my heart for you sih, Nat. I won’t ever regret my choice to stay by your side for these past few months.”

Glad to know that it’s not just a painful journey, Sat.”

Satria tertawa parau namun akhirnya ia berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Mungkin ketika sampai di rumah nanti, ia tetap akan menangis. Namun, ia ingin terlihat baik-baik saja sekarang dibanding kembali membuat Nata terbebani dengan pikiran bahwa gadis itu masih menyakiti Satria.

Alright, time to go home. Mami pasti nyariin lo kalau kita pulang lebih dari jam 10.” Sebenarnya, Satria ingin buru-buru sendiri saja sih. Tapi, Nata dengan cepat mengiyakan, karena ia tahu Satria adalah tipe orang yang butuh waktu sendiri setelah berpikir untuk melakukan suatu perubahan besar.

Thank you ya, Sat.” ucap Nata sepenuh hati. “Buat?” tanya Satria seraya menyalakan mobilnya.

Everything you’ve done for me.”

Dengung suara mesin yang menyala lantas mengakhiri perbincangan serius Nata dan Satria malam ini. Setidaknya, semuanya sudah terselesaikan sesuai batas. Batas agar tidak ada lagi yang tersakiti.

--

--

aurevoiruna
aurevoiruna

Written by aurevoiruna

kindly check my writings at twitter @aurevoiruna

No responses yet