– macaroon
Sera terus menerus menguap. Gadis itu merasa tidak mengantuk namun sepertinya tubuhnya mengirim sinyal yang lain. Bahwa ia harus istirahat setelah empat hari ke belakang, Sera tak pernah bisa benar-benar tidur akibat isi kepalanya yang berisik. “Mbak, Kio beliin kopi mau?” Kio yang sedari tadi duduk di samping kiri Sera menjadi cukup khawatir akan keadaannya. Terlebih, raut wajah kelelahan dan kusut terpampang dengan jelas. Sera mengangguk, “It would be great if I can sip some caffeine, Ki.” Kio mengangguk, memahami perintah tersirat itu. “Matt? Mau juga?” tawarnya kepada Matteo yang duduk di samping kanan Sera. Matteo menggeleng, “I already had my daily dose. Thanks, Ki.”
“Alright.”
Kio lantas menghilang dari pandangan Sera dan Matteo. Hanya terdengar helaan nafas panjang dari Sera di tengah keheningan yang menyergap mereka berdua. Ruang tunggu bandara pagi ini cukup lengang. Bahkan hanya menyisakan Sera dan Matteo di ruangan ini.
“Lo udah ngerasa baikan?”
Matteo akhirnya membuka percakapan. Sera mengangguk, “Gue fine-fine aja kok.”
“Said someone that cried 5 times this week. Itu yang ketahuan sama gue, entah yang gak ketahuan ada berapa banyak.”
Sera tersenyum miris mendengar ucapan Matteo yang menohok. “Toh not your problem too, right?”
“Ya memang bukan sih. Tapi gue sedih aja denger orang nangis.”
“Gue gaperlu dikasihanin.” tanggap Sera cepat. Kening Matteo mengeryit heran, “Siapa yang mau ngasihanin lo sih? Gue sedih ya beneran sedih aja denger orang nangis? Memangnya lo gak ngerasa gitu kalau denger orang nangis?”
“Gak.” tandas Sera cepat. Matteo hanya bisa menghela nafasnya lelah, “Alright.. up to you. I won’t bother you,” Pemuda itu kini memasang earphonenya lantas memejamkan mata. Sedari tadi ia memang juga cukup mengantuk.
Sera merutuki dirinya sendiri. Tuh kan lo lagi-lagi bikin orang kesel sama lo padahal niat Dam baik sama lo.., batinnya sendiri. Kepala Sera terkulai lemas. Kenapa semua hal sepertinya sedang berjalan berlawanan dengan keinginannya ya?
Matteo mengintip sedikit ke arah Sera lewat sudut matanya. She looks really down.. Gue harus apa ya?, lagi dan lagi Matteo merasakan sebuah keharusan baginya untuk setidaknya meringankan segala beban di kepala Sera.
“Gue gak marah sama lo, Anne. Tenang aja. Gue paham perasaan lo lagi berantakan aja sama semua hal yang lagi terjadi. And also, if you feel like things don’t work out for you, ada kalanya itu semua juga bukan salah lo sepenuhnya. It’s just it is what it is. Nih, dengerin lagu tunangan lo.”
Matteo langsung memasang sebelah earphonenya ke telinga kiri Sera. “I bet Sena won’t ever fall for someone else again if he falls for you this hard. I just can feel it from his song. Yang ini dia tulis buat lo waktu akhirnya dia sadar suka sama lo kan, Anne?” ucap Matteo lagi. Mata Sera berkaca-kaca mendengar seluruh penjelasan Matteo. Kenapa rasanya pemuda itu seolah membujuk dirinya ya? Padahal Sera tahu, Matteo bahkan tidak dekat dengan Sena, jadi pasti penjelasan itu sungguh netral dan bukan paksaan dari siapapun.
“But what if, he’s cheating behind you and act like nothing is wrong, Dam?”
Matteo terkesiap mendengar respon Sera. “Cheating?” ulangnya lagi, merasa tak yakin. Sera mengangguk lantas menoleh ke arah Matteo. Menampilkan kilat mata yang sungguh menunjukkan besarnya pergulatan batin dalam diri.
“You sure?”
Sera menggigit bibirnya. Ia sudah pernah melewati fase ini berkali-kali kala ia bersama Rama dahulu. Apa kali ini Sena juga memiliki alasan di balik aksinya seperti Rama dahulu?
“I don’t know,” lirih Sera pada akhirnya. Matteo menepuk pundak Sera sebagai bentuk simpati, “Yaudah, jangan dipercaya dulu semua laporan dari orang-orang kalau memang lo tipe orang yang baru percaya waktu nge gap langsung. Kalau gini kan lo jadi stress sendiri, ngerasa beban sendiri.”
Sera mengangguk-angguk. Sungguh, ia sebenarnya sudah tidak dapat memikirkan apapun. Kepalanya terasa kosong dan macet, tak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
“Mbak, nih kopinya,” Kio mendadak datang. Matanya membulat kala melihat mata Sera yang berkilat karena lapisan tipis berupa air mata itu. “LAH MBAK NANGIS???? DIAPAIN LAGI SAMA MATT??”
Matteo langsung menatap Kio dengan sebal, “Memangnya gue hobi bikin Sera nangis apa gimana sih? Kok lo langsung membuat gue jadi tersangka gini.”
Kio menatap tajam Matteo, “Mbak Sera jarang banget nangis kalau gak ada triggernya. Jadi jelas triggernya tuh lo.” Matteo mendelik tidak terima, “Jelek banget sih penarikan kesimpulan lo itu. Gue cuma ngobrol sama Sera!”
“Duh pahit banget. Berapa shots, Ki?” Sera sengaja memotong perdebatan kedua pemuda itu. “Eh iya Mbak? Double aja kok. Biasanya Mbak Sera kalau ngantuk banget kan minta double.”
“Oh iya? Waduh my taste bud also in an error state. Haduh..” keluh Sera lelah. Matteo dengan ragu mengaduk isi tas ranselnya. Sebenarnya pemuda itu sudah sedari tadi bimbang ingin memberikan ini atau tidak. Namun, akhirnya ia memilih untuk memberikannya.
Matteo mengulurkan sebuah kotak bekal makanan berisikan macaroon yang dipanggangnya kemarin, yang sempat ia tawarkan kepada Sera ketika mereka sama-sama mendapati kehadiran masing-masing di balkon unit apartemen mereka. “Nih, this one tastes sweet. Lumayan ngimbangin kopi lo.” Sera mengerjapkan matanya beberapa saat. Ia menatap kotak bekal itu dan Matteo secara bergantian. Membuat Matteo merona tanpa dapat ditahan.
“Buruan ah diambil!” protes Matteo gugup, takut-takut Sera dapat melihat dirinya yang semakin salah tingkah. Kio menyipitkan matanya melihat gerak-gerik Matteo. Sepertinya dugaan awalnya benar, Matteo memang menyukai Sera sejak awal.
“Apa isinya?”
“Duh, buka aja sih. Memangnya gue bakalan bawa bom?”
Sera mendengus karena menahan tawanya, “Oke, quite funny.” Matteo memanyunkan bibirnya sebal. Sera meraih kotak bekal tersebut dan membukanya. Matanya berbinar dalam sekejap, “MACAROON!” soraknya bak anak kecil yang baru saja mendapat jajanan favoritnya.
“Ini yang kemarin lo tawarin ke gue ya, Dam?”
Matteo mengangguk, “I made this special for you. You always love macaroon, don’t you, Anne?”
Gerakan tangan Sera yang sedang mengambil macaroon terhenti. Entah kenapa, gadis itu terkesiap kala Matteo memanggilnya Anne dan juga menyebutkan bahwa ia selalu menyukai macaroon. Seperti seseorang yang sudah lama mengenal dirinya dengan baik. Terlebih, kenapa panggilan Anne terasa familiar sekaligus asing dalam waktu bersamaan?
“Lo beneran suka sama Mbak Sera ya, Matt?” Suara Kio yang tidak bersahabat itu membuat Matteo tersentak. Pemuda itu terburu mengatur raut wajahnya secepat yang ia bisa. “More like.. being a fan?” Matteo memaksakan seulas senyumnya. Kio masih menatapnya tajam, menyelidik sekaligus tidak percaya.
“Terus lo sampe manggil Mbak Sera pake panggilan Anne tuh kenapa? Panggilan sayang?”
“Biar beda aja sih,” kilah Matteo cepat. Kini, Sera menatap Matteo dengan saksama, “But why it sounds so familiar ya, Dam? We’ve known each other before all of this?”
Matteo menelan ludahnya. Entah kenapa, rasa kekecewaan besar mendadak menguasainya. Jadi, selama ini hanya dirinya yang ingat? Jadi, Sera bahkan tidak pernah merasa pernah mengenal dirinya? Matteo kira setidaknya Sera masih ingat mereka berdua merupakan teman dekat ketika kecil. Jika memang Sera tidak mengingat secara detail kenangan di antara mereka, Matteo masih maklum. Namun… ternyata selama ini Sera memperlakukannya seperti itu memang karena Sera tidak tahu?
Fakta itu menghantam kesadaran Matteo hingga akhirnya pemuda itu melamun beberapa saat. “Dam?” panggil Sera panik. Terlebih, pandangan Matteo mendadak kosong.
Good morning passengers. This is the pre-boarding announcement for flight 138AK to California. We are now inviting those passengers with small children, and any passengers requiring special assistance, to begin boarding at this time. Please have your boarding pass and identification ready. Regular boarding will begin in approximately ten minutes time. Thank you.
Pengumuman itu sontak membuat Matteo langsung bangkit dari duduknya, kesempatan untuk kabur dan mengelak dari seluruh pertanyaan hingga ia merasa semua waktunya sudah tepat dan dia siap untuk menghadapi apapun kenyataan pahit lainnya yang menunggu. “Let’s go boarding!” ucapnya semangat sekaligus terdengar… agak aneh. Baik Sera maupun Kio dibuatnya kaget.
Sera dan Kio saling bertatapan dengan heran kala melihat Matteo sudah berjalan cukup jauh di depan mereka, mendahului. “Don’t you think he’s hiding something, Mbak?” tanya Kio. Sera mengangguk sebagai jawaban. “But why did he look dissapointed ya, Ki? Did I say something wrong?”
Kio mengendikkan bahunya, “Jujur, Kio gak tau, Mbak. But definitely, he’s hiding something from us. Especially from you.”
Sera memandang siluet Matteo yang semakin menjauh. What is it, Dam?