– juta pertanyaan.
“Kenapa lo lagi kayak kesengsem sendiri gitu sih, Matt? Lo beneran gak dengerin penjelasan gue daritadi ya?”
Nada sebal itu sontak membuat Matteo mengalihkan tatapan dari layar ponselnya ke arah sumber suara. Teman dekatnya yang juga sekaligus head patisier dari Vie Cafe – Yohan namanya – sudah berdiri di hadapan Matteo dengan kedua tangan bersedekap di dada disertai dengan alis yang terangkat sebelah. Pemuda itu menatap sangsi Matteo seolah temannya itu baru saja menuturkan kebohongan padahal buka mulut saja belum.
“Kalau lo kayak gini terus, rumor lo sama Sera yang ada makin kenceng, Matt. Lo masih mau bersikap kayak gini ketika lo sebenernya sadar dampaknya ke Sera gak akan main-main kan? She’s someone’s fiancee, Matt. Remember that,” peringat Yohan keras. Dia tahu betul bagaimana cinta bisa membuat seseorang kehilangan akal. Yohan sendiri sudah mengetahui dari lama jika motivasi terbesar Matteo banting setir menjadi model setelah beberapa tahun bekerja di perusahan otomotif terkemuka di dunia itu, hanyalah Sera Vivianne seorang. Cinta monyet sekaligus cinta pertama seorang Matteo Damian. Hal yang sama sekali tidak bisa Yohan pahami.
“Gue kan gak maksain apapun ke Sera, Han. Ini aja dia mau kesini atas kemauan dia sendiri. I didn’t invite her.”
Mata Yohan membulat, “Dia mau kesini?! Kenapa gak bilang!” pekiknya kaget. Terburu, ia melesat masuk ke dalam dapur lagi, ingin berbenah sejenak. Matteo cuma mendecih melihat perdebatannya dengan Yohan berakhir dengan sederhana. Ia tahu temannya itu memang fans berat dari Sera.
Suara dencing pintu cafe disertai dengan salakan bersahabat khas kepunyaan Shiro membuat senyum Matteo serta merta mengembang lebar. Netranya langsung lekat pada manik mata yang menatap ke arahnya. “Loh kok sepi banget? Gue kira ada temen lo yang lainnya? Harusnya kalau evaluasi menu baru gak bener-bener sendirian gak sih?” tanya Sera heran seraya menghampiri posisi Matteo.
“Iya gue gak sendirian kok. Dia lagi di belakang, mau siap-siap ketemu lo katanya.” Sera memandang Matteo dengan tidak paham, “Ketemu gue? Lah apa hubungannya?”
“He’s your die hard fans. Semua majalah lo yang lo bahkan belum jadi covernya aja dia punya dan memang khusus beli bukan karena covernya malah. Tapi karena lo.”
Pipi Sera memanas. Walaupun jumlah fans Sera sudah membludak, tetap saja, jika ia bertemu salah satu dari mereka dan mendapat pujian sedikit saja, gadis itu tetap akan tersipu malu. Seolah tidak terbiasa dengan ketenaran ini.
“Wow.. thanks..” bisik Sera dengan suaranya yang semakin memelam. Matteo tertawa renyah, “Gimana nih senior gue masa masih malu-malu kayak gini?”
“Ah apaan sih! Mana menu barunya? Gue mau jadi judge dadakan dong. Boleh?” Sera terburu duduk di hadapan Matteo serta mengedarkan pandangan ke sekitar, menghindari kontak mata dengan Matteo. Pemuda itu mengulum senyumnya. Salah tingkahnya Sera senantiasa menjadi sebuah hal menggemaskan bagai hadiah untuk Matteo. Ternyata, sedari dulu, tak ada yang berubah banyak dari Sera. And he glad to know it.
“AH MISS VIVIANNEE!!” Sapaan bersemangat itu membuat Sera langsung memicingkan mata ke arah satu pemuda yang berderap ke arahnya. “It’s a honor to have you here! I’m Yohan. Matteo’s friend also head patisier of Vie Cafe.” Yohan mengulurkan tangannya dan tersenyum lebar ke arah Sera. Untuk ukuran orang yang katanya super gugup itu, Sera sama sekali tidak menemukan tanda bahwa Yohan gugup sekarang.
“Glad to see you, Yohan. Semua pastry disini enak, aku yakin kamu juga orang yang ada di baliknya. Tangan kamu terampil, terimakasih sudah menyajikan kebahagiaan dalam bentuk lain.” Sera menjabat tangan Yohan dan menggoncangkan beberapa saat seiring ucapannya. Sekarang, baru terlihat seberapa star strucknya Yohan. Pemuda itu menatap kosong ke arah Sera karena kini jiwanya seolah terdampar entah dimana, masih tidak percaya jika ia berhasil berjabat tangan bahkan mendapat pujian tinggi dari Sera seperti ini. It must be a dream, batin Yohan sendiri.
Matteo menyikut lengan Yohan agar temannya itu segera tersadar dari lamunan. “Ah.. that’s so kind of you, Miss Vivianne. Silahkan dicoba menu baru yang akan di launch minggu depan.” Yohan menyodorkan satu piring baru berisikan curry puff pastry – menu terbaru Vie Cafe. Pemuda itu kemudian duduk di samping Matteo — berhadapan dengan Sera, ingin melihat bagaimana reaksi gadis tersebut atas mahakaryanya.
Tangan Sera terulur, mengambil pastry tersebut dan memasukkan satu suapan ke dalam mulutnya. Matanya melebar kala mendapati ledakan rasa nikmat dalam mulutnya. Bersatu padu mengantarkannya pada kebahagiaan sekejap. “THIS IS SUPER GOOD! I’m not a fan of savory pastry but this one… wow…” Sera menatap takjub sisa pastry yang masih ada dalam genggamannya. Yohan lagi-lagi seperti diterbangkan ke langkit ketujuh mendengar pujian dan ekspresi terkejut dari Sera. I’ve completed all my purposes in life.., Yohan membatin dramatis.
“Oh iya, lo mau minum apa kalau gamau chamomile?” Matteo baru teringat hal tersebut kala melihat di sekitar Sera tidak ada minuman. “Matcha latte?” tanya Matteo lagi. Sera mengeryit, “Gamau, rasanya aneh. Kayak bukan teh.”
“Citrus mint?” Yohan bergantian menanyakan preferensi Sera. Gadis itu terlihat menimbang-nimbang sebentar, “Boleh deh.”
Yohan sudah akan beranjak ketika Matteo menepuk bahu temannya, memberikan sinyal agar ia saja yang membuatnya alih-alih Yohan. Yohan cuma menganggukkan kepala sebagai persetujuan lantas kembali duduk. Netranya lekat memerhatikan bagaimana lahapnya Sera menelan pastry dalam mulutnya. Sera memerah kala mendapati Yohan mengamatinya dengan sebegitu saksama.
Atmosfer di antara mereka berdua menjadi sedikit canggung. Yohan buru-buru mengontrol dirinya sendiri, “Kalian temen SD?” Ia membuka obrolan. “Iya.” jawab Sera dengan suara yang masih kurang jelas karena masih susah payah menelan sisa pastry dalam mulutnya.
“Duh.. jujur aja aku pengen banget buat ngomongin hal ini tapi takut ditimpuk sama Matt.”
Kilat mata Sera seketika penuh dengan rasa penasaran. “What is it? Kalau nanti kamu dimarahin sama Dam, biar aku aja yang marahin dia balik soalnya aku yang minta kamu cerita.” Yohan tersenyum menang mendengar akan dibela Sera. “Kamu masih inget udah berjasa apa aja buat Matt waktu dulu? Sampe kamu jadi salah satu orang yang gak akan pernah satu hari pun dilupakan sama Matt.”
Sera memiringkan kepalanya, bingung sekaligus berusaha mencari jawaban, “I just stood by him. Dulu tuh dia beneran bulet, gempal, pake kacamata besar. Pictured like a total loser in the movie. Bikin orang yang punya hobi ngebully tuh jadi lihat Dam sebagai sasaran empuk. In fact, he did nothing that harm them kok. Jadi ya, masa gak aku belain?”
Yohan mengangguk-angguk, “Kayaknya aku juga paham sih kenapa Matt jadi sebegitunya sama kamu. For short, cinta mati lah.”
Mata Sera membulat sempurna, “Ah cinta monyet kali bukan cinta mati. Atau first love? Kalau dua hal itu sih rasanya wajar ya.. Kalau cinta mati.. Isn’t it too much?”
Senyum meremehkan Yohan terbit, “Yakin? He has done a lot of irrational things because of you loh. Well, gak se irrational itu sih soalnya dia masih hidup baik-baik aja.”
Kening Sera benar-benar langsung mengeryit mendengar nada suara Yohan yang terdengar skeptis ke arahnya itu. “What did he do memangnya?”
“He quit his stable job in Mercedes Benz right after he got a notice of his promotion to a product manager. Hanya karena akhirnya dia ngeliat kamu jadi cover story buat ELLE Magazine di hari yang sama.” terang Yohan. Pemuda itu tersenyum kesenangan melihat seberapa terkejutnya Sera sekarang. “Matt langsung ngehubungin talent scouter Klein Label yang udah dia anggurin 7 bulan lamanya terus sat set akhirnya dia milih langsung banting setir jadi model as a way for him to get to see you. Atau lebih tepatnya bisa lebih keliatan buat kamu secara gak langsung.”
Kini, mulut Sera seluruhnya ternganga. Tangan kanannya menutup mulutnya sendiri saking terkejutnya. “You’re not joking right now kan, Han?”
“Do I look like that I’m telling you a whole lie?”
“Gak sih.. Cuma… Kayak gak mungkin aja?”
“But it did happen. Kepindahan dia ke Bitna Label juga gak semendadak itu, Ra. Gak ada kebetulan dalam pertemuan kalian berdua. He already planned it, very detail. Ketika dia tahu jejak kamu sedikit aja, dia langsung did a whole research about you. Karena selama ini dia kesulitan buat nemuin kamu dimana.”
Kepala Sera rasanya langsung kosong mendengar segala penjelasan Yohan. Already planned? All of this?
“Jangan bilang gue bisa sebelahan unit apartnya pun karena udah dia rencanain?” bisik Sera sedikit merasa merinding kala menyadari hal paling mendasar itu. Yohan menggeleng, “Kayaknya kalau yang itu memang keberuntungan lagi berpihak aja sama dia. Itu tadinya udah mau dijual juga sih sama dia padahal.”
Sera menepuk-nepuk pipinya sendiri berusaha menyadarkan dirinya dari rasa heran sekaligus bingungnya. “Aku cuma mau bilang sih ke kamu, Ra. Kalau memang ternyata keadaan kamu sama tunangan kamu beneran kayak apa yang rame belakangan ini, you can go to Matt kalau cari orang yang setia. Nungguin lo 19 tahun aja dia sanggup?”
“Dia juga gak tanggung-tanggung sih pengorbanannya buat orang yang dia sayang. Ya contohnya kayak apa yang udah aku omongin ke kamu tadi.”
“Dia beneran gapernah pacaran sama siapapun sebelumnya, Han?”
“Deket sama cewek pernah sih, Ra. Tapi, tetep aja ujung-ujungnya back to you. Soalnya dia bilang ‘tetep bukan Sera, Han.’ Jujur aku sendiri udah capek mau nasihatin dia berapa ratus kali juga kalau semua yang dia lakuin ini sama aja kayak sabotase diri sendiri karena waktu itu dia bahkan gabisa nyari kamu dimana-mana.”
Gadis berumur 26 tahun itu benar-benar tercenung. Ia tidak bisa menahan reaksi otomatis batinnya yang kemudian lantas membandingkan seberapa banyak pengorbanan yang telah Matteo lakukan dengan pengorbanan yang Sena telah lakukan selama ini. Seketika, Sera menyadari sesuatu.
Bahwa hubungannya dengan Sena sebenarnya juga bermula dari sesuatu yang cukup salah yaitu micro cheating. Dirinya dan Sena bisa dekat pun karena memang Sena yang mulai memberikan perhatian yang tidak seharusnya ketika Sena masih menjalin hubungan dengan Kayla. Tidak peduli seburuk apapun perilaku Kayla kepada Sena, tetap saja, seharusnya Sena menyelesaikan seluruhnya terlebih dahulu dengan Kayla, baru memulai lembaran yang baru.
The pattern is repeating right now.
Lagi dan lagi, Sena tidak menyelesaikan semuanya terlebih dahulu dengan Sera namun malah memulai sesuatu yang baru dengan Alika.
Selingkuh itu sesuatu yang gak bisa sembuh.
Hal itu terbukti dengan valid di depan mata Sera berkali-kali. Mulai dari Bayu, Rama, hingga Papanya sendiri. Jiwa Sera rasanya dicabut paksa kala hamparan fakta mulai tergambar jelas dalam benak. Gila.. Kok gue gak sadar sih?? Itu udah ada buktinya berkali-kali loh, Ra?
“Ra?” Yohan menjentikkan jarinya di depan Sera, berusaha menggugah gadis itu. Matteo tak lama datang dengan satu teko kaca berisikan citrus mint tea yang diminta Sera tadi minta. Melihat keadaan yang agak kikuk itu, Matteo menaikkan sebelah alisnya, menuntut penjelasan kepada Yohan lewat pandangan.
“Ra, nih..” Tangan Matteo menyentuh punggung tangan Sera perlahan, sontak membuat seluruh jiwa Sera kembali terkumpul. Ia menatap Matteo dengan linglung namun tatapan itu entah kenapa terasa menembus dalam ke arah sukma Matteo.
“Something is wrong?” tanya Matteo khawatir. Ia menaruh punggung tangannya di dahi Sera. Normal. Tidak panas.
Yohan memerhatikan setiap gerak gerik pasangan muda mudi di hadapannya. Lantas ia hanya mengulum senyumnya sendiri kala menyadari kini kilat mata Sera sedikit berubah ke arah Matteo.
Kilat mata yang berisikan intensi untuk mempertimbangkan apa yang telah disampaikan Yohan barusan. Guess you’ll finally get the love of your life, bro.., batin Yohan sendiri untuk Matteo.
“Duh.. Aku masih merasa ada yang kurang deh, Sen..” keluh Alika frustasi, memandangi kertas yang berserakan di hadapannya, berisikan lirik lagu dan juga not balok aransemen lagu barunya yang akan dikirimkan kepada Aldi maksimal hari ini, jika memang Alika akhirnya memutuskan untuk menerima penawaran Aldi soal debut menjadi solois di Indonesia.
“Nih.” Sena memberikan beberapa coretan pada music sheet, memberikan beberapa masukan terkait chord yang mungkin lebih pas untuk digunakan sehingga lantunan musik dapat menjadi lebih mengalir. Alika dengan segera meraih gitarnya kembali dan mencoba usulan Sena. Awan kelabu yang sedari tadi membuat gadis tersebut menjadi kelabu, sontak lenyap tak berbekas. Tergantikan oleh senyuman cerah dan hangat.
Sena yang sedari tadi memerhatikan kerja keras Alika, tanpa sadar juga ikut melukis senyum di bibirnya sendiri. Ikut merasakan lega yang membahagiakan. “Gimana? Memenuhi ekspektasi kamu kan ya harusnya?”
Alika mengangguk dengan penuh semangat. Binar matanya berpendar terang di tengah remangnya ruang tengah kediaman apart Alika. Alika dan Sena memang selalu memilih menyalakan lampu meja dibandingkan menyalakan lampu ruangan. Lebih tenang, katanya.
“Yaudah kalau gitu, langsung mulai record lagi aja. Bang Aldi pasti udah nungguin banget juga. Saya nanti keluar sebentar untuk beli eskrim pistachio kesukaan kamu ya. A reward after have through a lot of things this week.” Alika mengangguk lagi lantas segera berlari ke kamarnya yang juga merangkap ruang recording yang biasa dia pakai.
Sena menyandarkan diri pada sofa yang ada di belakangnya. Ia kini sedang terduduk di atas lantai beralaskan karpet beludru yang hangat. Pemuda itu menghela nafasnya sendiri. Menyadari satu hal yang tidak dia pertimbangkan sebelumnya.
Satu perasaan yang seolah menghasutnya jika Alika jauh lebih baik dibandingkan dari Sera. Alika itu penyayang, sangat cheerful, disukai semua orang, memiliki minat musik yang sama dengannya, partner kerja yang sungguh baik, penuh perhatian, dan masih banyak lagi. Namun, seluruh sifat itu kecuali minat musik, juga dimiliki oleh Sera. Sena berusaha mengusir jauh-jauh perasaan itu setiap kali muncul.
Hanya karena satu hal yang tidak ia temukan dalam Sera, masa membuat diri Sena goyah?
“Lo kenapa diem daritadi deh?” Matteo akhirnya tidak tahan juga untuk tidak memecah keheningan di antara dirinya dan Sera yang sedang berjalan kaki menuju apart mereka setelah Matteo akhirnya memutuskan menutup cafe. Pandangan Sera sedari tadi cukup kosong, memandang ke depan, membiarkan Shiro yang menuntun jalan dan menarik langkah gadis itu.
Sera tidak menyahut. Batinnya terus bergulat dengan pikirannya tentang,
Apakah bertahan dengan Sena adalah hal yang tepat untuk dilakukan menilik dari apa yang sudah dilakukan pemuda itu beberapa bulan terakhir?
Trust issue Sera yang semakin meningkat semenjak Papa ketahuan selingkuh pun memperparah pertarungan batin itu. Papa yang terlihat sangat penyayang terhadap Mama saja ternyata bisa menjalani kebohongan selama 20 tahunan dengan rapi. Bagaimana dengan orang yang sudah jelas terlihat tidak pernah memberikan rasa sayang yang sama lagi kepadanya?
“Ra?” panggil Matteo lagi, dengan lembut. Sera akhirnya menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Matteo. Pemuda itu sedikit terkesiap kala melihat kilat mata Sera yang penuh dengan kemelut emosi yang tak dapat diterjemahkan dengan baik. Matteo hanya tahu dengan jelas lewat pandangan itu, Sera jelas tidak baik-baik saja.
“Apa yang bikin lo bertahan, Dam?”
Matteo mengerjapkan matanya, “Bertahan? Konteksnya apa, Ra? As in I still keep going on in life no matter how shitty the situation is atau apa?”
Gadis itu menggeleng cepat, “Kenapa lo bertahan sama perasaan lo ke gue?”
Matteo menelan ludahnya dengan susah payah. Ia juga kesulitan mengontrol reaksi paniknya sendiri. “Ma-maksudnya?”
“Sebenernya gue udah ada beberapa pertanyaan yang gue simpen sendiri dari semua questionable acts lo ke gue. Cuma karena tadi Yohan secara langsung menjawab semua pertanyaan itu walau gak gue tanyain, gue jadi mau nanya langsung ke lo. Kenapa, Dam? Why you have to do a lot for someone that maybe won’t even recognize you?”
“Well, does love need any reason?”
Dada Sera mendadak sesak mendengar pernyataan itu. Matteo lagi-lagi terus menyadarkannya. Iya sih.. it doesn’t need any reason karena gue beneran gabisa benci ke Kak Sena bahkan ketika gue sadar apa yang dia lakuin ke gue tuh nyakitin gue? I still love him?
“Gue memilih jalan ini buat gue sendiri, Ra. Walaupun mungkin trigger nya memang lo, tetep aja, I can choose to not walk on this path since the very start, right? Gue ngelakuin ini buat diri gue sendiri jadi lo juga gaperlu merasa harus ngapa-ngapain akan perasaan gue ini. I don’t expect anything in return from you.”
“Sampai kapan lo akan bertahan, Dam?”
“Sampai gue merasa cukup, Ra.”
Bener… sampai ngerasa cukup, bisik Sera dalam hatinya. Cukup dalam kalimat ini memiliki banyak makna. Dapat berarti cukup karena sudah lelah dengan seluruhnya hingga akhirnya memilih untuk berhenti, cukup karena merasa sudah terpenuhi rasa cintanya, ataupun cukup karena akhirnya mendapatkan jawaban atas perasaan sendiri.
Kini, Sera sungguh goyah.
Kak… gue harus apa kalau lo dan gue terus menerus kayak gini?
Melihat Sera yang kembali tercenung, terlarut dalam pikirannya sendiri, membuat Matteo akhirnya memilih membuka mantelnya dan memakaikannya kepada Sera karena melihat hidung gadis itu semakin memerah kedinginan. “Ayo pulang. Lo udah kedinginan kayak gitu. Kalau lo memang ada yang mau ditanyain lagi, ask me when we got home ya? Lo freezing gini.” Suara lembut dan menenangkan itu kembali membuat Sera linglung. Ia menatap Matteo, lagi-lagi, dengan kilat mata penuh kemelut emosi yang tak dapat dijelaskan.
“Yuk.” Matteo akhirnya melingkarkan tangannya pada pundak Sera lantas perlahan sedikit memaksa Sera agar gadis tersebut mengikuti langkahnya.