– i won’t get jealous
“Maam, apa gak bisa Maam aja yang bagiin..” rengek Nata kepada Mrs. Chelsea yang juga ikut hadir mengantarkan anak-anak perwakilan Patreon yang akan berangkat menuju Bali, tempat OSN kali ini diadakan. Mrs. Chelsea menaikkan sebelah alisnya mendengar protes anak didiknya yang satu ini, “Why? Something happened between you and the other guys?”
Nata menunduk. Sebenarnya mood nya benar-benar hancur karena chat Tezar tadi pagi yang membuat dirinya sungguh kebingungan dan merasa… sia-sia. Sebenarnya apa sih yang dimau oleh Tezar? Nata sungguh tidak habis pikir. Nata sudah susah payah melakukan segala drama yang selama ini Tezar minta agar mereka tidak terlihat seperti sepasang kekasih, ketika sebenarnya Nata ingin sekali menunjukkan kepada orang-orang terdekatnya jika ia dan Tezar kini sudah bersama. No longer an enemy for each other.
“Nothing, Maam.. Aku bagiin sekarang ya makanannya.” Nata akhirnya meraih paper bag yang dibawa Mrs. Chelsea berisikan beberapa sandwich juga susu sebagai sarapan bagi anak-anak. Gadis itu mencoba mengesampingkan urusan pribadinya dengan kewajiban yang memang harus ia jalankan.
“I’ve labeled each one of it, so make sure you’re not giving it to the wrong person, Nat. Ada beberapa ingredients yang masing-masing dari kalian suka alergi or simply don’t like it. Saya gak mau makanan buatan saya dibuang begitu saja oleh kalian. Sayang.” peringat Mrs. Chelsea.
Nata mengangguk, “Roger that, Maam.”
“Saya titip semua anak-anak ke kamu ya, Nata. Saya juga sudah titip ke Tezar, cuma sepertinya dia sedang sibuk ya dengan tunangannya.” Mrs. Chelsea melihat ke arah Tezar dan Niana yang terlihat begitu lengket pagi ini. Nata tersenyum miring, “You also already knew the news, Maam?”
“It spreads like crazy. Sepertinya gak ada yang gak tau soal itu. Klan Liu dan klan Zhang bersatu saja sudah seperti keajaiban dunia mengingat masa lalu dua klan itu begitu buruk.” Mrs. Chelsea terlihat bergidik sendiri, ngeri membayangkan begitu banyak skandal besar yang terjadi di antara klan Liu dan klan Zhang yang menggemparkan seantero negeri. “But hopefully both of them can finally reconcile their clans.” lanjut Mrs. Chelsea. Nata hanya bisa tertawa pahit, “We do hope so.”
“Yaudah, sana. Sebentar lagi rombongan Jakarta berangkat kan. Take care, Nata. And please make me stay informed about you and other’s conditions.”
Nata mengacungkan jempolnya, “Sure, Maam. You can count on me.”
Begitu Mrs. Chelsea pergi, Nata menghela nafas panjang. Sungguh, rasanya ia ingin cepat-cepat menyelesaikan semua ini dan kalau bisa tidak perlu bertemu Tezar dalam waktu yang lama. Dibandingkan harus melihat Tezar dan Niana yang terus saja semakin dekat di depan matanya. This is a total nightmare.
Gadis satu itu akhirnya menepuk pipinya sendiri, “Get yourself together, Nat. Focus on your goal buat bisa jadi medalis terus lanjut ke international. You have to get that Cambridge uni also being an Oswald awardee. Forget that loser that doesn’t even care to tell you about what happened. I won’t get jealous, NEVER.”
“Sini, gue bantu.” Satria mendadak datang dan langsung mengambil paper bag dari tangan Nata. “Who’s that loser that you said?” tanya Satria karena tidak sengaja mendengar omongan Nata kepada diri sendiri. Nata membulatkan matanya, “A — ah, nothing. Tiba-tiba keinget aja sama omongan orang kurang ajar dulu. Udah yuk, kita bagiin. Thanks ya, Sat.”
“Thanks… for what?” tanya Satria heran. Nata memanyunkan bibirnya, “Lo kayak gapernah nerima ucapan terima kasih aja sih dari gue.”
“Ya tapi somehow this feels different?” balas Satria dengan wajah kebingungan. Dari nada suara Nata, Satria entah mengapa yakin gadis di hadapannya ini bukan berterima kasih atas tawarannya untuk membantu Nata membagikan sarapan. Melainkan untuk hal lain.
“Makasih karena udah selalu bantuin gue no matter how hard, silly, annoying to take care of me.” Satria terkesiap sesaat melihat pancaran sinar hangat dari manik mata Nata yang kini sedang menatapnya lekat-lekat. Sekali lagi, Satria dibuatnya terbius.
“Pleasure. Yuk.” Satria menjawab dengan singkat dan menggengam jemari Nata kemudian membawa gadis itu melangkah bersamanya. Ia memalingkan wajah dari arah yang dapat Nata lihat. Pemuda itu berusaha mati-matian mengontrol detak jantungnya sendiri juga meredam pipinya yang ia yakin mulai memerah karena kini terasa begitu panas.
Nata mengeratkan genggamannya pada tangan Satria kala mereka berdua semakin dekat dengan rombongan sekolah mereka yang sudah berkumpul. Terutama, Nata merasakan jantungnya seperti melorot kala pandangannya bertemu dengan tatapan dingin dari Tezar.
Tezar memerhatikan gerak-gerik Nata sedari tadi dari kejauhan. Tangannya mengepal erat lantaran sesungguhnya ia ingin sekali berlari ke arah gadis itu dan memeluknya, namun ia tidak bisa. Niana akan selalu mengawasinya dengan saksama.
“Bali will be a romantic place to go for a date, don’t you think?” Niana bertanya kepada Tezar yang kini atensinya sedang sepenuhnya terarah kepada Nata. Niana mengikuti kemana arah ekor mata Tezar tertuju. Gadis itu mulai tersenyum licik, “Oh? You still can’t get over her?”
“Uh, what?” Tezar tersadar dari lautan pikirannya sendiri mendengar nada kurang mengenakkan dari Niana. “Nata. You like her that much, right?”
“Like her? Hate each other is much more make sense.” jawab Tezar dengan nada menyebalkannya, “Is it necessary for you to feel jealous over her, Ni? You already got me.”
Pipi Niana memerah. “You always get a way to make me blush, don’t you?”
“At your service, my lady.” jawab Tezar cepat namun kini ekor matanya kembali menelisik ke arah Nata dan Satria yang kini berjalan… bergandengan.
“Woooo dasar lovebirds.” Winter menggoda Niana yang seluruh mukanya mulai memerah karena mendapatkan ucapan manis semacam itu dari Tezar yang notabene selama ia mengenal pemuda itu, selalu mendapatkan treatment yang begitu dingin.
“Gila. Gue gak pernah ngira lo bakalan bisa se romantis ini ke orang? Gue kira lo simply just a cold asshole aja.” komentar Matthew heran. Tezar mengendikkan bahunya, “Don’t judge the book by its cover.”
Kenzo hanya terdiam melihat pemandangan di hadapannya ini. Seluruhnya terasa janggal, terlebih Kenzo tahu bagaimana cara Tezar menatap Nata kala ia tak sengaja memergoki kedua orang itu bertemu di gedung gym lama sekolah. Tezar hanya bermain peran, Kenzo yakin akan itu. Tatapan Tezar kepada Niana sama sekali tidak menyimpan rasa suka, sayang, ataupun kehangatan yang biasa terpancar jika seseorang memandang subjek yang ia sayangi.
Tapi, waktu itu Nata bilang kalau mereka gak ada apa-apa kan? Atau persepsi gue malah kebalik ya? Kalau sayang sama orang, Tezar malah keliatannya kayak gini.. But still, cara dia natap Nata tuh beda dari yang lain, Kenzo mengalami pergulatan batin. Sejak perjanjian antara dirinya dan Nata kala itu di gedung gym lama, Kenzo benar-benar mengurangi intensitasnya merundung Jiano karena ia melihat Nata sungguh menerapkan janjinya untuk memastikan jika Noah tidak ada celah menyukai Nata lagi.
And well, Winter cukup senang akan perubahan itu sehingga lebih banyak tersenyum dibandingkan menatap sinis orang-orang dengan dingin. Perubahan yang memang Kenzo harapkan. Setidaknya, orang yang ia sayang merasa bahagia. Memang kadang definisi cinta sesederhana cukup melihat orang yang kamu sayangi itu bahagia.
“Hello, guys. This is your breakfast from Mrs. Chelsea.” Nata menyapa rombongan itu dan mulai membagikan kotak mika plastik yang berisikan sandwich sementara Satria membagian susu kotak kepada yang lain.
Matthew menyadari Nata yang sungguh seperti menghindari menatap ke arah Tezar. “Oho… ada prahara rumah tangga apalagi antara Nata dan Tezar? Suasananya suram banget.” celetuknya usil. Kenzo menyenggol lengan Matthew karena melihat ekspresi Niana yang menggelap. “Prahara rumah tangga apanya.. Kan Tezar udah sama Niana kali.” Satria membalas ucapan Matthew, “She must be furious to always hear that her man’s enemy is his love interest. Ya gak, Ni? Lo pasti gak nyaman kan?”
Nata menatap Satria dengan keheranan. Sejak kapan Satria jadi seperti mengenal Niana seperti ini. Niana terlongong mendengar pernyataan Satria, but she gets her sense back quickly, “For sure. Bukannya lo juga SAMA ya, Sat?”
“I already knew Satria’s feelings for me.” potong Nata cepat melihat Niana seperti ingin menyerang Satria. Niana tersenyum miring ke arah Nata, “You keep men besides you, ya? Fox.” desisnya. Nata tidak menggubris perkataan Niana dan mencuri pandang ke arah Tezar yang hanya memandangnya tanpa ekspresi.
Nata mengerang dalam hatinya. Bagaimana pun juga, keahlian Tezar dalam menyembunyikan ekspresi di wajahnya memang paling top tier. Bisa gak sih at very least tell me between those stares about what you’re thinking right now, Zar?, pinta Nata lagi dalam hati. Namun, nihil. Pemuda itu tetap acuh kepadanya. Setelah beberapa saat pandangan mereka saling bertemu, Tezar memalingkan wajahnya. Membuat hati Nata seketika berdenyut.
Well.. okay. If you still resist to not let me know what’s going on with us. Then I’ll make my own way to protect myself, tangan Nata mengepal merasakan emosi mulai menguasai dirinya. Mulai timbul ide gila dalam benaknya sebagai bentuk emosi yang menguasai sehingga gadis itu menjadi irrasional.
“I’m not keeping him. I already told him about my own feelings too. At first, indeed I feel like I couldn’t see him more than my bestfriend. Tapi kayaknya kalau sekarang sih bisa dipertimbangkan.” Nata tersenyum sembari menggenggam tangan Satria. Membuat pemuda itu terkejut bukan main. Apa yang salah dengan Nata hari ini?
Tezar mati-matian menahan dirinya agar tidak mengeluarkan ekspresi apapun padahal sebenarnya ia terbakar api cemburu. Api cemburu yang amat sangat besar. “Let’s put our baggage to conveyor. Sebentar lagi kita berangkat. Yuk, Sat.” Nata berjalan mendahului anak-anak lain, berdampingan dengan Satria yang masih tertegun. Pemuda itu menatap tangannya yang sedang digenggam Nata beberapa kali. Ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.
Melihat ekspresi Tezar yang mengeras, Kenzo semakin paham, bahwa benar… kedua orang yang terlihat sebagai musuh di publik itu ternyata memang benar-benar menaruh perasaan satu sama lain. Tezar mendadak juga meraih tangan Niana, menggenggamnya erat. Membuat Niana salah tingkah, “Eh.. so sudden?” cicitnya panik. Tezar cuma tersenyum sekilas, “Memangnya gak boleh megang tangan tunangan sendiri?”
Betapa mirisnya fakta bahwa Niana sedang susah payah meredam lonjakan rasa bahagia dalam hatinya agar tidak terlihat seperti orang bodoh sementara Tezar hanya melakukan itu untuk melampiaskan rasa kesal dan cemburunya.
Memangnya gue gak bisa bikin lo cemburu juga, Nat?, batin Tezar.
Lagipula, salah siapa jika akhirnya Nata bertindak seperti itu, Zar? Bukannya impas ya? Nata juga kaget mendengar berita tunanganmu, bukan?