- ancaman?
Hari ini, Mama akhirnya resmi boleh keluar dari rumah sakit setelah progress penyembuhannya sudah sampai di tahap yang meyakinkan dokter bahwa semuanya baik-baik saja. Sera, Maraka, Arin, dan juga Ibu datang untuk menjemput dan mengurus segalanya.
Sera cukup sibuk dengan laptopnya karena mendadak headquarter memberikan banyak sekali bahan untuk dibaca dan disesuaikan dengan materi collab yang mereka jalankan bersama. Maraka dan Arin pergi mengurus administrasi rumah sakit sementara Ibu sedang pergi ke toilet. Menyisakan Sera dan Mama duduk berdua di lobi rumah sakit, menunggu masalah administrasi selesai sekaligus menunggu Kio sampai untuk menjemput mereka.
“Kamu sama Dam ada apa-apa?”
Pertanyaan Mama sontak membuat Sera yang sedang sibuk dengan laptopnya, menoleh. “Maksudnya gimana, Mam? You know that he’s that Dam in the past right?”
“I know. Kamu kok malah menghindari pertanyaan Mama sih?”
“Ya aku bingung kenapa Mama mendadak nanya kayak gitu?”
“Soalnya he looks like head over heels for you.”
Sera mengerang, “Kenapa Mama juga berpendapat sama kayak Kak Maraka sih?”
“Because it appears really clear in his eye’s sparks??” Mama berucap dengan nada retorik. Sera mengacak rambutnya, “But I’m not doing anything, Mam.. Suer deh aku aja baru ketemu dia lagi karena dia ternyata landlord apart aku di London. Itu pun aku belum ngeh kalau dia tuh Dam yang kita dulu kenal.”
Kening Mama mengerut, “Landlord yang dulu suka ngasih kamu paket misterius itu?” Sera mengangguk sebagai jawaban seraya kini netranya sudah tertuju pada layar laptop lagi. Mama menghela nafasnya panjang, menyadari anak gadisnya yang satu ini memang susah sekali untuk peka walaupun sudah dua puluh enam tahun hidup di dunia.
“Ra, kamu nih ya beneran gak bisa membaca keadaan ya? Itu sih jelas Dam bener-bener naksir kamu pake banget.”
“Siapa yang naksir Sera?” Ibu mendadak duduk di samping Mama, menelisik penasaran ke arah Mama dan juga Sera. Mama dengan gugup menggeleng, “Nothing. Lagi cerita masa lalu aja.”
Air muka Ibu berubah kala ia melihat sahabatnya itu kelabakan sendiri. Ia tahu persis bagaimana tabiat Ajeng jika memang sedang menyembunyikan sesuatu, “Jeng, you know that you’re bad at keeping secrets from me.” peringat Ibu.
Mama menelan ludahnya, “Lagipula kalau kamu tahu pun gak akan mengubah apapun kok, Yum.” kilah Mama cepat. Yumna — nama asli dari Ibu — masih menatap curiga ke arah Ajeng atau Mama. “But I still wanna know.”
“Mama ngeyel kalau ada orang yang suka sama aku, Bu. Padahal ya menurut aku sih biasa aja.” Sera akhirnya menjawab. Ibu menaikkan sebelah alisnya, “Siapa?”
“Matteo Damian. Model baru di Bitna, Bu. Harusnya Ibu tahu sih.” jawab Sera enteng. Raut wajah Ibu benar-benar berubah menjadi tidak mengenakkan, “Kamu udah kenal lama sama Matteo, Ra?”
“Ternyata dia temen SD aku, Bu. Tapi putus kontak udah lama banget.”
Somehow, Yumna kini bisa merangkai alur cerita yang selama ini menurutnya janggal. Bagaimana bisa seorang rising top model seperti Matteo dengan gegabah memutuskan kontrak dengan label top 1 di dunia hanya untuk pindah ke Bitna? Jawaban yang selama ini dicari Ibu kini ditemukan sudah.
Sudah jelas sekali jika alasan kepindahan Matteo pasti karena Sera. Ibu menyunggingkan senyuman miringnya, menyadari posisi anaknya — Sena, bisa saja terancam setiap saat. Sena kayaknya memang harus makin hati-hati buat jagain Sera dan bukannya malah ceroboh kayak sekarang..