— comfort. all she seeks for, is a comfort.

aurevoiruna
7 min readJun 17, 2024

--

Natasha kini menatap nanar gerbang tinggi di hadapannya, di bawah temaram lampu jalan. Mansion megah itu sungguh sudah kehilangan nyawanya — atau lebih tepat, semakin kehilangan ruhnya — setelah tidak ada seorang pun Liu singgah lagi ke dalam kediaman ini. Kadang Natasha juga merenung sendiri, apa gunanya ia tetap datang kemari? Memupuk harapannya sendiri bahwa kemungkinan kecil akan Leon Liu atau Tezar Novano mendadak muncul di kediaman ini? Atau Nata semata-mata datang kesana hanya untuk memelihara memori yang ia takutkan akan hilang jika tidak ia rawat?

Entah apapun jawaban yang paling tepat akan semua tanda tanya itu, Natasha sudah menemukan dirinya melangkahkan kaki masuk ke dalam mansion tersebut tanpa ada sedikit pun keraguan. Begitu akrab dengan keadaan di dalam mansion itu, Natasha sampai hafal bagian mana jalan setapak yang ia lalui akan menjadi kubangan kecil kala hujan habis mengguyur Jakarta yang panas nan lembab itu. Sensor lampu-lampu taman pun mulai bekerja dan membuat mereka menyala satu per satu mengiringi langkah Natasha. Langkah kaki gadis itu pasti akan terhenti sejenak di depan taman kecil bernuansa japanese, tepat di hadapan perpustakaan kecil tempat ia dan Tezar dulu biasa bercengkrama.

Tezar paling suka memandang pohon bonsai yang ada di tengah taman kecil itu. Kata pemuda itu, pohon tersebut adalah salah satu hal kesayangan ibu nya dulu sebelum hilang tanpa kabar lagi. Khusus untuk bonsai tersebut, tidak ada yang boleh menyentuhnya kecuali Nyonya Liu sendiri dan juga anak-anaknya (Stefany dan Tezar). Setidaknya, lewat bonsai itu, Tezar merasa kasih sayang ibunya masih terasa mengalir dengan sempurna. Miris memang, namun bagaimana lagi? Tidak ada salahnya jika itu membuat Tezar setidaknya merasa lebih hidup bukan?

Dan kini, giliran Natasha yang juga merasakan setidaknya kehadiran Tezar terasa lebih nyata melalui bonsai tersebut. Ia masih ingat betul bagaimana pemuda tersebut merawat pohon itu dengan penuh kehati-hatian. Seolah hidup dan matinya bergantung pada kelangsungan hidup pohon tersebut.

Setelah beberapa saat, Natasha akhirnya kembali melanjutkan langkahnya menuju pintu masuk sebelah barat. Begitu kakinya sudah dilingkupi sandal rumah beludru yang nyaman, langkah kecil Natasha membawa gadis itu membelah mansion bagian barat menuju ke area sentral, tempat dimana bangunan terpisah untuk perpustakaan berada.

Sunyi senyap.

Tentu saja, sepertinya Emily sudah pergi ke kediaman Niel di Surabaya. Hari ini bukan hari Selasa, jadi jelas wanita itu tidak berada di mansion ini. Natasha menghela nafasnya panjang. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang perpustakaan itu. Dahinya mengeryit kala mendapati setumpuk selimut tebal dan juga bantal kecil ditaruh di salah satu sofa panjang di dekat jendela besar perpustakaan itu.

Benda itu sangat tidak lazim ditaruh sembarang seperti itu. Namun, dibanding kata ‘sembarang’, selimut dan bantal kecil itu lebih terasa seperti sengaja disiapkan. Gadis itu heran namun tidak ingin berpikir lebih panjang. Beruntungnya dirinya sekarang karena bisa tertidur dengan lebih nyaman di atas permadani tebal di ruang tengah perpustakaan, diselimuti dengan beludru lembut itu.

Badannya merebah pelan, seperti memang sudah tidak kuat lagi untuk menghadapi hal-hal apapun yang harus terjadi dalam garis takdir. Besok, ia dan teman-teman seangkatannya harus menghadapi A Level Test yang menentukan kehidupan perkuliahan mereka ke depannya. Sebenarnya, Natasha tentu saja tidak perlu sekhawatir itu. Otak cemerlangnya akan banyak membantu dalam mengerjakan ujian besok.

Akan tetapi, ada satu hal yang mengusiknya. Hilangnya saingan utamanya dalam bidang akademik ini sungguh membuat gairahnya untuk menjadi yang terbaik, lenyap begitu saja. Absennya Tezar Novano jelas berdampak dalam segi apapun dalam hidup Natasha. Baik itu dalam kehidupan pribadi ataupun kehidupan sosialnya.

Let’s just get some sleep.” gumam Nata berusaha mengusir semrawut dalam otaknya. Matanya dipejam paksa. Beberapa saat kemudian, nafas gadis itu mulai teratur.

Beberapa saat, terdengar suara langkah pelan serta pintu perpustakaan yang dibuka dan ditutup secara hati-hati. Nata menggeliat dalam tidurnya, cukup mengetahui adanya suara tersebut namun matanya terlalu berat untuk dibuka. Gadis itu memilih untuk tidur dengan posisi miring kiri, menghadap ke arah rak buku.

Pretty..” Suara lirih itu sayup-sayup terdengar oleh telinga Nata. Gadis itu memejamkan matanya lebih erat. Detik berikutnya, ia tersentak kala merasakan hangat menyapa telinganya. Sebuah sentuhan dari jemari-jemari yang berusaha untuk menyelipkan surainya ke belakang telinga.

If this is a dream, why the warmth feels real?, Nata membatin sendiri masih dengan matanya yang semakin ia pejamkan erat-erat. Apa ini hantu?, pikirannya mulai menjajal kemungkinan-kemungkinan lainnya. Tapi kalau hantu bukannya harusnya gak hangat kayak gini ya? People always talk about getting chills.

Again and again, Nata’s logic take over.

Kini, elusan lembut Nata rasakan di puncak kepalanya. Hangat dan nyamannya semakin nyata. Radiasi hangat dari tubuh seseorang juga semakin terasa di sekitar Nata. Should I flip my body to another side?, gadis itu meragu.

I don’t know that missing someone feels like taking away my breath every single minutes. I’m more than delighted to see you just like this, Nat.. I miss you.”

Detik itu juga, jantung Nata rasanya jatuh ke dasar. Suara ini sudah dipastikan kepunyaan pemuda yang begitu ia rindukan, pemuda yang menawan hatinya begitu erat. Gadis itu akhirnya memilih untuk membalikkan posisi tidurnya dan membuka matanya.

Elusan di puncak kepala Nata sontak terhenti. Jelas sekali ekspresi terkejut tergambar dalam raut wajahnya. Mata Nata juga ikut melebar, bak bercermin dengan ekspresi tepat di hadapannya.

Sontak, gadis tersebut terduduk tegak dari posisi rebahnya. Tangannya secara otomatis berusaha mengidentifikasi bahwa wajah di hadapannya adalah nyata.

Hangat.

Semuanya terasa hangat. Rahang tegas, alis lembut, serta hidung mancung itu.. sungguh fitur wajah yang dimiliki Tezar. Air mata Nata tidak bisa dibendung. Sepersekian detik kemudian, Nata menghambur ke dalam pelukan pemuda itu. Tersedu sedan.

Elusan pelan kembali terasa di puncak kepala dan juga punggung Nata. Pelukan Nata semakin mengerat, “Where have you been, Zar?” cicit Nata, kentara terdengar keputusasaannya. “I’m not going anywhere, Nat.”

Nata mendorong badan Tezar menjauh. Menatap pemuda di hadapannya dengan sengit – tentu dengan mata yang masih super sembab. “Not going anywhere?? Jangan bercanda kayak gini dong. Do you know how hard it is suddenly losing someone? Without any notice beforehand when you know at very least you could tell me. Or maybe Noah? Niel?”

I thought you’ve already found out the reason why I’ve done all of these things right, Nat?”

I did. But it still hurts me.”

Then I owe you an apology.”

Nata membeku kala detik berikutnya, ia merasakan bibir lembut Tezar menyapa pipinya. “That’s for why I left you so sudden.”

Belum sempat Nata mencerna, pemuda itu kembali mengejutkannya dengan kecupan singkat di bibir. “And that’s for why I just dropped you a breakfast and didn’t visit you when you’re in Boston.

Not fair! I’m struggling now juggling between my academics stuff and how to complete myself again just because you’re leaving suddenly. Do you feel like that kisses are enough to solve it?”

I’m sorry. You know that I really am not going anywhere right? I always rooting for you even if it’s from afar. I know that you always spend your time here to study because you miss me. You miss us to learn something together. So, I ordered Emily to prepare your favorite drinks and meals. I know that you like small things such as quick snack with notes in it or maybe some sticky notes on your books with supporting words. I always deliver it throughout my persons.”

Nata terdiam sejenak. Benar, ia masih senantiasa menemukan notes-notes kecil di dalam bukunya yang berisikan kata-kata penyemangat atau bahkan tips-tips untuk memecahkan soal (yang sebenarnya tidak terlalu ia perlukan, Tezar is just showing off). Snack-snack kecil yang selalu menemani sesi belajarnya juga tak pernah absen. Selalu ada saja yang memberikan satu kantung plastik penuh berisikan snack kesukaannya. Entah itu Noah, Niel, Abim, Sasha, Jiano, bahkan Satria sekalipun – yang notabene musuh bebuyutan Tezar jika sudah menyangkut soal Nata.

Mata gadis itu mengerjap beberapa kali, berusaha memproses informasi yang baru saja diterima. Senyum jahil Tezar di hadapannya sungguh menyebalkan. Tapi hal itu juga yang ia rindukan. Tatapan mata Tezar yang kembali terarah pada bibir Nata membuat gadis itu salah tingkah. Terburu, ia memalingkan wajahnya.

Hey.. I know I’m wrong. But I don’t have any other options. I’m sorry.”

Panggilan lembut disertai dengan tarikan pelan di dagu Nata, agar gadis itu kembali memusatkan perhatiannya kepada Tezar. “Don’t you miss me?”

Nata menggeleng sebagai bentuk gengsi. Ia menundukkan kepala, tidak ingin menatap lurus manik mata Tezar. Pemuda itu terkekeh, “Yakin?”

Nata mengangguk. Sangat berkebalikan dengan segala ucapan yang tadi ia ungkapkan secara berapi-api kepada Tezar. “Yakin?” tanyanya yang kedua kali. Nada suara Tezar semakin menyebalkan. Nata mengerucutkan bibirnya sebal.

Then I’m only the one who’s missing someone now? Can I get a hug as a solace?”

Tezar merentangkan tangannya lebar-lebar. Nata menatapnya masih dengan sengit – merasa sebal. Bisa-bisanya ya wajah tanpa dosanya itu masih menyungging senyum jahil?

Come on, princess. I might die now if I don’t get my hug.”

Tezar being Tezar that plays some dramatic jokes. Mau tidak mau, bibir Nata mengulas senyum tipis juga tanpa dirasa. Perlahan ia mengikis jarak yang tadi sempat ia ciptakan.

Belum sampai tangan itu menggapai punggung hangat kepunyaan Tezar, Nata tergugah.

“Nata.. Bangun, Nona.”

Nata mendelik, menatap Emily yang kini ada di hadapannya dengan tidak percaya. Cahaya hangat mentari pagi sudah menyeruak dari jendela perpustakaan. Ia masih memandang Emily dengan rasa shock yang tidak bisa tergambarkan.

“Nona makin parah ya mimpi ketemu Tuan Tezar nya?”

“Maksudnya?”

It’s been 3 weeks in a row that you always hum his name in your sleep. Either it’s a nap or a slight sleep in the afternoon.”

Nata mengacak rambutnya frustasi. Beneran cuma mimpi? Kok kerasanya bener-bener nyata ya?

It’s better for you to go shower now, Nona Nata. Or else, you might get late to your test’s place.

FUCKKK I’M SCREWED. I need to go home now. Semua barang sama baju aku kan sama sekali gak aku bawa kesini – ”

No need to worry, Nona Nata. Tuan Satria sudah mengantarkan semua keperluan Anda kesini.”

Dengan pikiran yang masih berantakan, Nata akhirnya memilih bergegas untuk mandi dibandingkan memikirkan bagaimana ceritanya mimpi semalam terasa begitu nyata.

Ketika gadis itu hendak membuka bajunya, sesaat detak jantung Nata rasanya berhenti. Kenapa wangi parfum Tezar nempel banget di baju ini ya?

--

--

aurevoiruna
aurevoiruna

Written by aurevoiruna

kindly check my writings at twitter @aurevoiruna

No responses yet